Kemudian sobat cari kode Ganti kode dengan kode di bawah ini : si isma: Dispareunia: rasa nyeri saat berhubungan

Jumat, 29 Juli 2011

Dispareunia: rasa nyeri saat berhubungan

Seperti yang dimunculkan dalam bagian terakhir, kemampuan wanita untuk menikmati hubungan seksual sering digunakan sebagai petunjuk penyembuhan perineum. Jadi, pertama-tama kita sebaiknya mempertimbangkan faktor patofisiologis yang dikaitkan dengan dispareunia pascanatal yang terjadi pada sebagian besar ibu baru (Hay-Smith & Mantle, 1996). Faktor yang sangat dikenali berpotensi menyebabkan rasa nyeri pada hubungan seksual wanita adalah kurangnya lubrikasi vagina, yang terjadi pada berbagai waktu dalam kehidupannya. Kekeringan ini dikaitkan dengan ‘nyeri dan iritasi’ selama hubungan seksual atau setelahnya. yang menunjukkan bahwa hal itu kurang berat untuk mencegah penetrasi. Kekeringan vagina pascanatal dan memanjang sampai laktasi, diakibatkan oleh defisiensi estrogen. Dengan demikian, dinding vagina tidak hanya menjadi lebih kering. tetapi juga lebih tipis, menyebabkannya relatif atrofi (Bancroft, 1994).

Kerusakan perineum telah membawa dampak dalam perubahan pada fungsi seksual pascanatal. Ketika kadang-kadang perubahan ini dapat bersifat positif (Fleming & Schafer, 1989; Raphael-Leff, 1991), keadaan yang sebaliknya sekarang diterima lebih luas (Kitzinger, 1995). Dalam sebuah survei yang melibatkan 89 wanita, penjahitan perineum ditemukan merupakan prediktor yang sangat penting bagi dispareunia daripada kesengajaan kerusakan tersebut (Fleming & Schafer, 1989). Namun, peneliti ini menemukan tingkat dispareunia jangka panjang yang lebih tinggi secara signifikan pada wanita yang mengalami episiotomi. Mereka menduga bahwa hal ini disebabkan oleh kerusakan jaringan yang lebih luas akibat episiotomi, yang selanjutnya disebabkan oleh insisi yang dilakukan sebelum pergeseran fisiologis jaringan otot.

Studi mengenai nyeri perineum difokuskan pada dispareunia dalarn kaitannya dengan benang jahit (Sleep, dkk., 1989). Chromic sofigut, yang dibandingkan dengan chromic catgut, pada 33% kasus lebih mungkin dikaitkan dengan dispareunia, sekalipun waktu pengembalian hubungan seksual tidak menunjukkan perbedaan antar kelompok. Temuan ini menunjukkan signifikansi bahwa wanita terikat dengan hubungan seksual mereka setelah persalinan dan kebutuhan mereka. untuk kembali berfungsi ‘normal’. Signifikans ini mencerminkan penekanan penelitian pada seks penetratif pascanatal, yang menghasilkan keprihatinan umum yang dipertimbangkan dengan dispareunia wanita. Pendirian feminis yang periang yang diadopsi oleh Kitzinger (1995) mengingatkan kita bahwa seksualitas tidak terbatas pada satu tindakan tertentu antara dua orang yang berbeda jenis kelamin, tetapi mencakup rentang aktivitas. sikap. dan orientasi. Sikap wanita turut berperan pada bagaimana is nyaman untuk kembali melakukan hubungan seksual; misalnya, erotik/maternal dan perasaan kepemilikan pada daerah tubuh tertentu. seperti payudara dan genitalianya dapat menghambat seks (Raphael-Leff, 1991).

Penelitian mengenai seksualitas pascanatal secara sempit difokuskan pada dispareunia sebagai satu-satunya masalah perilaku seksual ‘yang dapat diterima’, yaitu penetrasi oleh pria (Ussher, 1996: 177). Berdasarkan hal ini, pembelaan feminis dihuat sebagai pandangan lengkap atau holistik mengenai seksualitas wanita yang diberikan dengan memandang kebutuhan seksual ibu baru yang berbeda-beda. Dalih Ussher bahwa topik seksualitas pascanatal harus dibuka, dengan dibahas lebih inklusif dan lebih terbuka. Kebutuhan akan keterbukaan ini berlawanan dengan pengamatan pada klinik pascanatal medis di mana wanita yang berani mengungkapkan masalah seksual diabaikan pertanyaannya (Porter & Macintyre, 1989). Ketika wanita mungkin,dianjurkan untuk mencari pendapat ahli tentang masalah seksual pascanatal (Niven, 1992), anjurannya yaitu bahwa ‘pasangan dapat didorong untuk mengekspresikan afeksi dan cinta mereka melalui ciuman, pelukan dan pembicaraan’ (Olds, dkk., 1996: 1082) tampaknya merupakan pendahuluan yang masuk akal. Mungkin dengan mengambil posisi baru dalam bercinta untuk menghindari titik nyeri atau mengoleskan lubrikan sebagai bagian dari pemanasan dapat menjadi kesempatan bagi pasangan untuk menyegarkan kembali hubungan seksual mereka.

Sampai saat ini wanita dianjurkan untuk menghindari hubungan seksual sampai pemeriksaan pascanatalnya pada minggu ke-6. Hal ini diterapkan untuk mencegah beberapa ‘infeksi’ yang belum ditentukan dengan jelas. Perlu dipertanyakan apakah anjuran ini diajukan untuk mencegah pertanyaan bagi penyedia pemberi perawatan kesehatan mengenai masalah seksual yang nyeri, dengan memperlambat manifestasi masalah tersebut sampai lebih dari 6 minggu.

Pustaka
Nyeri Persalinan Oleh Rosemary Mander

Tidak ada komentar:

Posting Komentar