Kemudian sobat cari kode Ganti kode dengan kode di bawah ini :
readmore »»   si isma: 2011-07-24

Jumat, 29 Juli 2011

Tali Pusat Menumbung

Tali Pusat Menumbung adalah keadaan tali pusat ada di samping atau di bawah bagian terbawah janin. Meskipun merupakan komplikasi yang jarang – kurang dari 1 persen (0.3 sampai 0.6 persen) – tetapi artinya besar sekali oleh karena angka kematian janin yang tinggi dan bahaya untuk ibu bertambah besar akibat tindakan operatif yang digunakan dalam penanganannya.

Penekanan tali pusat antara bagian terbawah janin dengan panggul ibu mengurangi atau menghentikan aliran darah ke janin dan bila tidak dikoreksi akan menyebabkan kematian bayi.

KLASIFIKASI TALI PUSAT MENUMBUNG
Presentasi tali pusat. Ketuban utuh.
Tali pusat menumbung. Ketuban pecah. Tali pusat menempati salah satu dari tiga kedudukan:
1. Terletak di samping bagian terbawah janin di PAP. Penumbungan yang tidak begitu nyata seperti ini lebih sering dari yang umumnya diduga. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian bayi dalam persalinan tanpa meninggalkan bukti-bukti sedikitpun pada persalinan per vaginam.
2. Turun ke vagina.
3. Melewati introitus dan ke luar dari vagina.

ETIOLOGI
Bila bagian terbawah janin tidak menutup dan mengisi PAP dengan sempurna maka ada bahaya terjadinya tali pusat menumbung. Risikonya lebih besar pada presentasi majemuk dan bila ketuban pecah.

Etiologi fetal
1. Presentasi abnormal: Presentasi abnormal terdapat pada hampir setengah kasus-kasus tali pusat menumbung. Oleh karena 95 persen presentasi adalah kepala. sebagian besar tali pusat menumbung terjadi pada presentasi kepala. Meskipun demikian insidensi relatif yang paling tinggi berturut-turut adalah sebagai berikut: (1) letak lintang; (2) presentasi bokong. terutama bokong kaki; dan (3) presentasi kepala.
2. Prematuritas. Dua faktor memainkan peranan dalam kegagalan untuk mengisi PAP: (1) bagian terbawah yang kecil, dan (2) seringnya kedudukan abnormal pada persalinan prematur. Kematian janin tinggi. Salah satu sebabnya adalah karena bayi yang kecil tidak tahan terhadap trauma dan anoksia. Sebab yang lain adalah keengganan melakukan ope-rasi besar pada ibu jika kemungkinan untuk menyelamatkan bayinya hampir tidak ada.
3. Kehamilan ganda. Faktor-faktor yang berpengaruh di sini meliputi gangguin adaptasi, frekuensi presentasi abnormal yang lebih besar, insidensi hydramnion yang tinggi, dan pecahnya ketuban anak kedua selagi masih tinggi.
4. Hydramnion. Ketika ketuban pecah, sejumlah besar cairan mengalir ke luar dan tali pusat hanyut ke bawah.

Etiologi maternal dan obstetrik
1. Disproporsi kepala panggul: Disproporsi antara panggul dan bayi menyebabkan kepala tidak dapat turun dan pecahnya ketuban dapat diikuti tali pusat menumbung.
2. Bagian terendah yang tinggi: Tertundanya penurunan kepala untuk sementara dapat terjadi meskipun panggul normal, terutama pada multipara. Bila pada saat ini ketuban pecah maka tali pusat dapat turun ke bawah.

Etiologi dari tali pusat dan plasenta
1. Tali pusat yang panjang: Semakin panjang tali pusat maka semakin mudah menumbung.
2. Placenta letak rendah: Jika plasenta terletak dekat cervix maka ia akan menghalangi penurunan bagian terendah. Di samping itu insersi tali pusat lebih dekat cervix.

Etiologi iatrogenik:
Sepertiga kali pusat menumbung terjadi selama tindakan obstetrik.
1. Pemecahan ketuban secara artifisial. Bila kepala masih tinggi, atau bila ada presentasi
abnormal maka pemecahan ketuban dapat diikuti dengan tali pusat menumbung.
2. Pembebasan kepala dari PAP. Kepala dinaikkan ke atas panggul untuk mempermudah putaran paksi.
3. Fleksi kepala yang semula dalam keadaan ekstensi.
4. Versi ekstraksi.
5. Pemasangan kantong (sekarang jarang dilakukan).

DIAGNOSIS TALI PUSAT MENUMBUNG
Diagnosis tali pusat menumbung dibuat dengan dua cara: (1) melihat tali pusat di luar vulva, dan (2) meraba tali pusat pada pemeriksaan vaginal. Oleh karena kematian janin tinggi bila tali pusat sudah keluar melalui introitus, harus dicari cara-cara untuk dapat menegakkan diagnosis lebih awal.

PEMERIKSAAN VAGINAL
Pemeriksaan vaginal harus dilakukan:
1. Jika terjadi gawat janin yang tidak diketahui sebabnya. dan terutama jika bagian terbawah belum turun. Sayangnya mungkin gawat janin merupakan gejala yang akhir.
2. Jika ketuban pecah dengan bagian terendah yang masih tinggi.
3. Pada semua kasus malpresentasi pada waktu ketuban pecah.
4. Jika bayinya jelas prematur.
5. Pada kasus-kasus kembar.

PROGNOSIS
Persalinan
Persalinan tidak terpengaruh oleh tali pusat menumbung.

Ibu
Bahaya untuk ibu hanya apabila dilakukan tindakan traumatik untuk menyelamatkan bayi.

Janin
Kematian perinatal tak dikoreksi sekitar 35 persen. Harapan untuk bayi tergantung pada derajat dan lamanya kompresi tali pusat dan interval antara diagnosis dan kelahiran bayi. Nasib janin tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut:
1. Semakin balk keadaan janin pada waktu diagnosis dibuat, semakin besar harapan hidupnya. Tali pusat yang berdenyut keras merupakan gejala yang balk dan sebaliknya tali pusat yang berdenyut lemah berarti tidak balk.
2. Semakin cepat bayi dilahirkan setelah tali pusat turun ke bawah, semakin baik hasilnya.
Penundaan lebih dari 30 menu memperbesar kematian janin empat kali.
3. Janin yang lebih tua utnur kehamilannya lebih besar pula kemampuannya bertahan terhadap proses-proses traumatik.
4. Semakin kurang trauma pada kelahiran bayi, semakin baik prognosis untuk ibu dan anak.
5. Pembukaan cervix mungkin merupakan faktor yang terpenting. Jika pembukaan -Judah lengkap pada waktu diagnosis dibuat maka akan banyak bayi yang dapat diselamatkan. Semakin kecil pembukaan prognosisnya semakin jelek. Perkecualian untuk ini adalah jika dapat dilakukan sectio caesarea dengan segera. dalam hal mana prognosisnya sama baik atau lebih balk pada pembukaan cervix yang masih kecil.
6. Kematian janin bertambah dengan semakin panjangnya interval antara pecahnya ketuban dan kelahiran bayi.

PENANGANAN TALI PUSAT MENUMBUNG

Tali pusat menumbung dibiarkan dan persalinan diteruskan pada keadaan-keadaan sebagai berikut:
1. Bila janin sudah meninggal.
2. Bila janin diketahui abnormal (mis. anencephalus).
3. Bila janin masih sangat prematur sehingga tidak ada harapan untuk dapat hidup. Tidak ada gunanya memberikan risiko pada ibu.

Usaha-usaha untuk mengurangi kompresi tali pusat dan memperbaiki keadaan janin adalah sebagai berikut:
1. Penolong memasukkan satu tangan ke dalam vagina dan mendorong bagian terendah ke atas menjauhi tali pusat. Pada waktu yang bersiumum dilakukan persiapan untuk menolong persalinan.
2. Pasien diletakkan dalam sikap lutut-dada (knee chest) atau Trendelenburg, dengan pinggul di atas dan kepala di bawah.
3. Diberikan oksigen dengan masker kepada ibu.
4. Denyut jantung janin sering diperiksa dengan teliti.
5. Dilakukan pemeriksaan vaginal untuk menentukan presentasi, pembukaan cervix, turunnya bagian terendah dan keadaan tali pusat.

Jika pembukaan sudah lengkap dilakukan usaha-usaha untuk pelbagai presentasi sebagai berikut:
1. Presentasi kepala, kepala rendah di dalam panggul: Ekstraksi dengan forceps.
2. Presentasi kepala, kepala tinggi: versi ekstraksi. Cara ini mengandung bahaya terjadinya ruptura uteri tetapi oleh karena ini merupakan usaha dalam keadaan putus asa untuk menyelamatkan anak maka risiko tersebut harus diambil.
3. Presentasi bokong: Kedua kaki diturunkan dan bayi dilahirkan sebagai presentasi bokong kaki secepat mungkin.
4. Letak lintang: Versi dalam menjadi presentasi kaki dan segera dilakukan ekstraksi.

Jika pembukaan belum lengkap dilakukan usaha-usaha sebagai berikut:
1. Sectio caesarea merupakan pilihan utama selama bayinya cukup bulan dan dalam keadaan baik. Nasib bayi pada sectio caesarea jauh lebih baik dibanding kelahiran dengan cara lain. Bahaya untuk ibu juga sangat kurang dibanding dengan melahirkan bayi secara paksa pada pembukaan yang belum lengkap. Sementara dilakukan persiapan operasi.
diadakan usaha-usaha untuk mengurangi kompresi tali pusat seperti tersebut di atas.
2. Reposisi tali pusat dapat dicoba jika tidak dapat dikerjakan sectio caesarea. Tali pusat dihawa ke atas ke dalam uterus. sedang bagian terendah janin didorong ke bawah masuk panggul kemudian ditahan. Kadang-kadang reposisi tali pusat berhasil tetapi umumnya kita kehilangan banyak waktu yang berharga pada waktu melakukannya.
3. Jika usaha ini tidak berhasil. pasien dipertahankan dalam posisi Trendelenburg dengan harpan tali pusat tidak tertekan sehingga bayi tetap dapat hidup sampai pembukaan menjadi cukup lebar untuk memungkinkan lahirnya bayi.
4. Dilatasi cervix secara manual, insisi cervix, dan cara-cara lain untuk memaksakan pembukaan cervix tidak akan pernah dapat diterima. Keberhasilannya kecil sedang risiko untuk ibu besar.

Profilaksis
Manipulasi obstetrik yang memungkinkan ketuban pecah prematur (seperti pemecahan ketuban secara artifisial pada kepala yang belum turun atau pada adanya malpresentasi) dan yang memperbesar insidensi tali pusat menumbung harus dihindari. Pasien-pasien yang ketubannya pecah di rumah baik sebelum atau dalam persalinan harus dikirim ke rumah sakit.

LILITAN TALI PUSAT
Jenis lilitan tali pusat yang paling sering dijumpai adalah lilitan tali pusat sekitar leher anak. Dari waktu ke waktu dijumpai lilitan tali pusat sebanyak empat kali dan pernah dilaporkan ada yang sampai sembilan kali. Tali pusat dapat membentuk lilitan sekitar badan, bahu, dan tungkai atas atau bawah. Keadaan ini dijumpai pada air ketuban yang berlebihan, tali pusat yang panjang, dan bayi yang kecil.

Dalam kehamilan umumnya tidak timbul masalah. Kadang-kadang pada waktu janin turun dalam persalinan lilitan menjadi cukup kencang sampai mengurangi aliran darah yang melalui tali pusat dan mengakibatkan hipoksia janin.
Hanya kadang-kadang saja lilitan tali pusat menyebabkan kematian janin atau bayi baru lahir. Tetapi pada kasus-kasus dengan lilitan tali pusat lehh sering dijumpai kelainan denyut jantung janin, air ketuban yang bercampur mekonium dan bayi-bayi yang memerlukan resusitasi. Telah dilaporkan nilai Apgar yang jauh Iebih rendah. Tidak pernah ada indikasi untuk melahirkan bayi secara radikal atau tergesa-gesa pada kelainan-kelainan tali pusat selain tali pusat yang menumbung.

Pustaka
Ilmu Kebidanan: Patologi Dan Fisiologi Persalinan

Hiperemesis Gravidarum

Ibu hamil pada trimester I sering mengalami emesis, mual, dan muntah yang berlebihan. Sebagian ibu hamil tidak dapat mengatasi mual muntah, sampai terjadi hiperemesis gravidarum yang berkelanjutan, mengganggu kehidupan sehari-hari, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Mual dan muntah yang berlebihan menyebabkan cairan tubuh berkurang, sehingga darah menjadi kental (hemokonsentrasi) dan sirkulasi darah ke jaringan terhambat. Jika hal ini terjadi, maka konsumsi O2 dan makanan ke jaringan juga ikut berkurang. Kekurangan makanan dan 02 ke jaringan akan menimbulkan kerusakan jaringan yang dapat memengaruhi kesehatan ibu dan perkembangan janin yang dikandungnya. Pada kasus semacam ini diperlukan penanganan yang serius.

Pengertian Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil, sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi buruk, sebagai akibatnya terjadilah dehidrasi.

Etiologi Hiperemesis Gravidarum
Berikut ini adalah hal-hal yang menjadi penyebab hiperemesis gravidarum.
1. Sering terjadi pada primigravida, molahidatidosa, dan kehamilan ibu akibat peningkatan kadar HCG.
2. Faktor organik, karena masuknya viii khoriales dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik.
3. Faktor psikologis: keretakan rumah tangga, kehilangan pckerjaan, rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut memikul tanggung jawab, dan sebagainya.
4. Faktor endokrin lainnya: hipertiroid, diabetes, dan sebagainya.

Tingkatan Hiperemesis Gravidarum
Sampai saat ini tidak ada kesepakatan mengenai batasan seberapa banyak mual dan muntah yang dikeluarkan pada hiperemesis gravidarum. Akan tetapi, apabila mual dan muntah berpengaruh terhadap keadaan umum ibu, sudah dianggap sebagai hiperemesis. Tingkat hiperemesis gravidarum antara lain.

1. Hiperemesis Gravidarum Tingkat I
a. Termasuk tingkat ringan.
b. Mual muntah terus-menerus menyebabkan penderita lemah, tidak mau makan, berat badan turun dan nyeri pada epigastrium, denyut nadi meningkat, tekanan darah turun, turgor kulit kurang, lidah kering, serta mata cekung.

2. Heperemesis Gravidarum Tingkat II
a. Termasuk tingkat sedang.
b. Mual dan muntah yang hebat menyebabkan keadaan umum penderita lebih parah, apatis, turgor kulit mulai buruk, lidah kering dan kotor, nadi teraba lemah dan cepat, suhu badan naik (dehidrasi), ikterus ringan, berat badan turun, mata cekung, tekanan darah inenurun, hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi, dapat juga terjadi aseton uria, serta napas bau aseton.

3. Hiperemesis Gravidarum Tingkat III
a. Termasuk tingkat berat.
b. Keadaan umum buruk, kesadaran sangat menurun, somnolen sampai koma, nadi teraba lemah dan cepat, dehidrasi berat, suhu badan naik, tekanan darah turun, serta terjadi ikterus. Jika sampai timbul komplikasi dapat berakibat fatal, berupa: memengaruhi susunan saraf pusat, ensefalopati Wernicke dengan adanya nistagmus, diplopia, dan perubahan mental.

King menyampaikan rumus tentang pengobatan hiperemesis gravidarum sebagai berikut.
a. Rumus keseimbangan tentang upaya penyembuhan hiperemesis gravidarum.

b. Dasar pengobatan
• Fisik ditandai dengan keton bodi dan berat badan turun.
• Faktor psikologis dapat memegang peranan penting dalam penyembuhan.

c. Tujuan penyembuhan
• Menghilangkan faktor psikologis dengan KIE/KIEM.
• Memberikan pengobatan gangguan fisik, di antaranya keberadaan keton bodi (asetan) dan turunnya berat badan.
d. Rumus King: W + P + T/F + Ps

W : Waktu kehamilan, makin tua makin cepat sembuh.
P : Faktor psikologis kehamilan.
T : Terapi keseimbangan fisik:
• Keseimbangan cairan dengan substitusi cairan.
• Pengobatan dengan:
-Antiemesis.
-Psikologis dengan obat penenang.

e. Faktor penghambat
F : Faktor gangguan keseimbangan fisik dan metabolisme yang menjurus pembentukan keton bodi.
Ps : Faktor gangguan keseimbangan psikologis yang mempengaruhi kehamilan.

Dalam memberikan terapi hiperemesis gravidarum, tidak didapatkan angka yang dimasukkan dalam rumus. Pengobatan hiperemesis gravidarum merupakan pengobatan fisik dan psikologis yang seharusnya diberikan secara seimbang.

Sumber Pustaka
- Asuhan Keperawatan pada Kehamilan Fisiologis dan Patologis Oleh Ratna Hidayati
- Kepaniteraan Klinik Obsterri & Ginekologi

Morning Sickness, Mual Muntah

Hampir 50% wanita hamil mengalami mual dan biasanya mual ini mulai dialami sejak awal kehamilan. Mual muntah saat hamil muda sering disebut morning sickness tetapi kenyataannya mual muntah ini dapat terjadi setiap saat. Mual ini biasanya akan berakhir pada 14 minggu kehamilan. Pada beberapa kasus dapat berlanjut sampai kehamilan trimester kedua dan ketiga, tapi ini jarang terjadi.

Rasa mual biasanya timbul karena perut ibu hamil kosong setelah beberapa jam, makan makanan tertentu. atau bahkan hanya karena mencium ban makanan atau bau-bauan lainnya. Penyebab mual muntah awal kehamilan ini karena adanya peningkatan hormonal dan penyesuaian tubuh terhadap perubahan hormonal tubuh.

Setiap wanita hamil akan memiliki tingkat derajat mual yang berbeda-beda. Ada yang tidak merasakan apa-apa, ada yang hanya sesekali mual, tapi ada juga yang mengalami mual dan muntah yang sangat hebat sehingga memerlukan pengobatan (hiperemesis gravidarum).

Tips:
• Ubah kebiasaan makan. Makan datum jumlah sedikit tapi sering, jangan makan dalam jumlah atau porsi besar karena akan membuat Anda bertambah mual. Tetap berusaha makan ketika perut terasa enak, dengan porsi kecil tapi sering, dianjurkan 5-6 kali sehari untuk mencegah perut kosong dan mempertahankon kestabilan kadar gula darah Anda.
• Makan makanan yang tinggi karbohidrat dan protein dapat membantu mengatasi rasa mual Anda. Banyak juga mengkonsumsi buah dan sayuran dan makanan yang tinggi karbohidrat seperti roti, kentang, don biskuit.
• Sewaktu bangun tidur di pagi hari, jangan langsung terburu-buru terbangun. Cobalah duduk sebentar dan baru pertahan berdiri bangun. Bila Anda merasa sangat mual, ketika bangun tidur pagi, siapkan cemilan atau biskuit di dekat tempat tidur, dan Anda dapat memakannya dahulu sebelum mencoba bangun.
• Hindari makanan dan bau-bauan yang membuat Anda merasa mual don mengganggu keinginan makan.
• Hindari makanan yang berlemak, berminyak, dan pedas, karena akan memperburuk rasa mual Anda.
• Minumlah cairan yang cukup selama muntah, untuk mengganti cairan yang dikeluarkan dan mencegah dehidrasi.
• Minumlah air putih, susu rendah lemak, atau jus buah. Hindari minuman yang mengondung kafein karena akan memperburuk rasa mual Anda.
• Tingkatkan asupan makanan yang kaya vitamin B6 (beras, pisang, avokad. sereal) atau Anda dapat berkonsultosi dengan dokter untuk mendapatkan vitamin B6 yang efektif untuk mengurangi rasa mual pada ibu hamil. Tetap konsultasikan dahulu dengan dokter Anda untuk pemakaiannya.
• Biasanya orang menggunakan jahe untuk mengurangi rasa mual. Anda dapat menggunakan jahe pada masakan atau minuman, atau mengunyah permen jahe dan biskuit rasa jahe.
• Akupunktur dan akupresur. Sekarang ini penggunaan akupunktur dan akupresur sebagai pengobaton alternatif untuk mengobati mual saat kehamilan banyak digunakan dan sangat membantu.

Pustaka
Buku Pintar Kehamilan & Persalinan Oleh Suririnah, dr

Fisiologi Mual dan Muntah

Dalam ilmu kebidanan, emesis ditemukan pada kehamilan dini, persalinan dan periode pascabedah. Keadaan ini bukan saja menimbulkan distres tetapi juga dapat membawa konsekuensi fisiologis yang serius. Istilah hiperemesis gravidarum berlaku bila muntah menyebabkan kekurangan cairan, elektrolit atau gizi (Friedman & Isselbacher, 1991).

Fisiologi Mual dan Muntah
Muntah biasanya disertai dengan mual kendati tidak selalu demikian. Mual merupakan perasaan yang diakui secara sadar tentang terjadinya eksitasi yang tidak disadari pada pusat muntah di dalam medula oblongata atau di daerah yang dekat dengan pusat muntah tersebut (Dayton, 1996). Muntah merupakan serangkaian gerakan yang kompleks untuk mengeluarkan isi usus dari dalam saluran usus ketika salah satu bagiannya mengalami iritasi atau distensi. Komponen sensorik dan motorik refleks muntah diatur oleh sistem saraf otonom. Pengaturan ini menimbulkan perasaan seperti ‘mau muntah.’

Penyebab muntah
Banyak stimulus bekerja langsung pada pusat muntah atau zona pemicu kemoreseptor (CTZ; chemoreceptor trigger zone). Zona tersebut terletak di sebelah luar sawar darah/otak dalam medula yang berbeda dengan pusat muntah tetapi letaknya berdekatan dengan pusat muntah tersebut. Pusat muntah menerima asupan impuls dari: pusat otak yang lebih tinggi, zona pemicu kemoreseptor, organ vestibularis pada telinga dalam dan seluruh tubuh lewat sistem saraf otonom.

Mual dan muntah bergantung pada interaksi banyak faktor yang meliputi jenis-jenis obat yang diberikan, kondisi emosional, rasa nyeri, kerusakan jaringan, gerakan atbu perubahan homeostasis. Untuk mencegah muntah, bidan harus memahami semua faktor yang mempengaruhi pusat muntah (lihat Kotak 5.1). Dalam persalinan, stasis lambung, rasa nyeri dan tekanan pada lambung akan bergabung menjadi satu untuk menimbulkan gejala emesis.

Uraian tentang muntah
Biasanya muntah disertai dengan sekresi saliva, perspirasi, pucat, penurunan tekanan darah, takikardia dan respirasi yang tidak teratur di samping berbagai perasaan subjektif. Stasis lambung biasanya mendahului muntah. Untuk mengeluarkan isi lambung, esofagus bagian bawah dan lambung bagian alas harus mengadakan relaksasi sementara duodenum dan lambung bagian bawah berkontraksi. Lambung akan mengalami kompresi antara diafragma dan dinding abdomen. Pasien menarik napas dalam, dan glotis serta bagian posterior nostril tertutup. Akan tetapi, waktu untuk inspirasi yang dalam tersebut mungkin tidak ada jika dorongan muntah sangat dominan.

Penyebab muntah (dengan beberapa contoh)

PUSAT MUNTAH dipengaruhi oleh:
• Zona pemicu kemoreseptor (CTZ; chemoreceptor trigger zone) yang mendeteksi:
ZAT-ZAT KIMIA YANG BEREDAR DALAM DARAH seperti estrogen, alkohol, nikotin, opioid, zat besi, obat-obat anestesi, hormon tiroid;
GANGGUAN KESEIMBANGAN ELEKTROLIT (kadar natrium yang rendah, termasuk penyakit Addison);
PENGHENTIAN PEMAKAIAN ALKOHOL YANG TERATUR; PRODUK KERUSAKAN JARINGAN yang dilepaskan ke dalam sirkulasi darah pada saat terjadi cedera.
• NUKLEUS VESTIBULAR’S. yang mendeteksi:
gerakan yang meliputi ambulasi dan gerakan mendadak, misalnya setelah persalinan atau pembedahan..
• PUSAT-PUSAT YANG LEBIH TINGGI yang mendeteksi:
citarasa, bau, penglihatan, emosi, nyeri, rasa takut, ansietas, antisipasi, faktor-faktor individual.
• SISTEM SARAF OTONOM yang mendeteksi:
IRITASI PADA USUS, TENGGOROK atau PERITONEUM, seperti stasis lambung atau distensi lambung (misalnya migrain, nyeri, persalinan), penyakit hati, beberapa makanan, alkohol, NSAID,
obstruksi traktus gastrointestinal, konstipasi;
GANGGUAN FISIOILOGIS seperti perubahan pada TD, pH, gas
darah, kadar glukosa darah, nyeri, syok, ketoasidosis, uremia, kerusakan organ, infeksi, ISK, penyakit yang terjadi pada saat yang sama (mis. asma, batu empedu).
• KENAIKAN TEKANAN INTRAKRANIAL (mis. pre-eklampsia/ eklampsia)
• Masukan ini dapat langsung ke pusat muntah (Mitchelson, 1992a, Friedman 8 Isselbacher, 1991).

Konsekuensi muntah
Keadaan emesis harus ditangani secara efektif karena berpotensi untuk menimbulkan konsekuensi berikut ini:
• dehidrasi dan sebagai konsekuensi selanjutnya, peningkatan risiko trombosis;
• gangguan keseimbangan elektrolit (kehilangan natrium serta kalium) dan sebagai konsekuensi selanjutnya, kelemahan tubuh;
• gangguan keseimbangan pH;
• pembentukan keton;
• gangguan pada pemberian obat per oral;
• risiko aspirasi muntahan dan Sindrom Gawat Napas Dewasa;
• risiko hipotensi, penurunan aliran darah plasenta, sinkop, syok (renjatan) serta kolaps sirkulasi;
• distres psikologis;
• hiperemesis gravidarum dapat mengakibatkan defisiensi vitamin atau kadang-kadang kegagalan hati;
• risiko trauma pada traktus gastrointestinal (ruptura Mallory-Weiss);
• konsekuensi jangka-panjang: malnutrisi, karies dentis.
Ada bahaya bahwa gejala penyakit yang akut tertutupi oleh kerja obat-obat antiemetik sehingga terjadi kelambatan dalam penegakan diagnosis keadaan pa tologis yang serius, seperti kenaikan tekanan intrakranial pada preeklampsia yang berat (Brunton, 1996).

Pustaka
Farmakologi Kebidanan Oleh Sue Jordan

Keluhan dan gejala kanker rahim

Keluhan dan gejala
- Perdarahan menstruasi tidak wajar. Seperti perdarahan di luar siklus (metrorhagia) atau perdarahan banyak (menorrhagia) atau keduanya (menometrorhagia).
- Perdarahan sedikit sedikit setelah menopause.
- Rasa sakit pada bagian bawah perut atau rasa kramp pada rongga panggul.
- Keluar sedikit cairan putih melalui vagina pada perempuan sesudah menopause.
- Pada pemeriksaan rongga panggul ditemukan perubahan ukuran bentuk dan konsistensi rahim serta jaringan penyangga rahim sekitarnya, sebagai pertanda kanker rahim sudah pada stadium lanjut.
- Pemeriksaan Pap Smear mungkin menampakkan gambaran sel masih normal, atau mulai terjadi perubahan.
- Pemeriksaan biopsi endometrium rahim, mendukung diagnosa yang lebih kuat.
- Pemeriksaan kerokan rahim (kuretase) perlu untuk menegakkan diagnosa dan untuk melakukan evaluasi perkembangan kanker.
- Infeksi mudah terjadi, sehingga sering infeksi ini merupakan masalah kanker rahim.

Sumber
Penyakit kandungan:myoma, kanker rahim/leher rahim dan indung telur, kista, serta gangguan lainnya oleh Faisal Yatim, DTM&H, MPH

Penanganan infertilitas pada wanita

Penanganan infertilitas dapat dibedakan penanganan pada pria. Penanganan pada wanita dapat dibagi dalarn 7 (tujuh) langkah yang digambarkan sebagai berikut:

- Langkah I (anamnesis), cara yang terbaik untuk mencari penyebab infertilitas pada wanita. Banyak faktor penting yang berkaitan dengan infertilitas dapat ditanyakan pada pasien. Anamnesis meliputi hal-hal berikut:
1. Lama fertilitas.
2. Riwayat haid, ovulasi, dan dismenorea.
3. Riwayat sanggama, frekuensi sanggama, dispareunia.
4. Riwayat komplikasi pascapartum, abortus, kehamilan ektopik, kehamilan terakhir.
5. Konstrasepsi yang pernah digunakan.
6. Pemeriksaan infertilitas dan pengobatan sebelumnya.
7. Riwayat penyakit sistematik (tuberkulosis, diabetes melitus, tiroid).
8. Pengobatan radiasi, sitostatika, alkoholisme.
9. Riwayat bedah perut/hipofisis/ginekologi.
10. Riwayat PID, PHS, leukorea.
11. Riwayat keluar ASI.
12. Pengetahuan kesuburan.

- Langkah II (analisis hormonal), dilakukan jika dari hasil anamnesis ditemukan riwayat, atau sedang mengalami gangguan haid, atau dari pemeriksaan dengan suhu basal badan (SBB) ditemukan anovulasi. Hiperprolaktinemia menyebabkan gangguan sekresi GnRH yang akibatnya terjadi anovulasi. Kadar normal prolaktin adalah 525 ng/ml. Pemeriksaan dilakukan antara pukul 7 sampai 10. Jika ditemukan kadar prolaktin >50 ng/ml disertai gangguan haid, perlu dipikirkan ada tumor di hipofisis. Pemeriksaan gonadotropin dapat memberi informasi tentang penyebab tidak terjadinya haid.

- Langkah III (uji pasca-sanggama). Tes ini dapat memberi informasi tentang interaksi antara sperma dan getah serviks. Untuk pelaksanaan uji pasca-sanggama telah dijelaskan sebelumnya. Jika hasil UPS negatif, perlu dilakukan evaluasi kembali terhadap sperma. Hasil UPS yang normal dapat menyimpulkan penyebab infertilitas suami.

- Langkah IV (penilaian ovulasi). Penilaian ovulasi dapat diukur de-ngan pengukuran suhu basal badan (SBB). SBB dikerjakan setiap hari pada saat bangun pagi hari, sebelum bangkit dari tempat tidur, atau sebelum makanlminum. Jika wanita memiliki siklus haid berovulasi, grafik akan memperlihatkan gambaran bifasik, sedangkan yang tidak berovulasi gambaran grafiknya monofasik.

Pada gangguan ovulasi idiopatik yang penyebabnya tidak diketahui, induksi ovulasi dapat dicoba dengan pemberian estrogen (umpan balik positif) atau antiestrogen (umpan balik negatif). Untuk umpan balik negatif, diberikan klomifen sitrat dosis 50-100 mg, mulai hari ke-5 sampai ke-9 siklus haid. Jika dengan pemberian estrogen dan klomifen sitrat tidak juga terjadi sekresi gonadotropin, untuk pematangan folikel terpaksa diberikan gonadotropin dari luar.

Cara lain untuk menilai ovulasi adalah dengan USG. Jika diameter folikel mencapai 18-25 mm, berarti menunjukkan folikel yang matang dan tidak lama lagi akan terjadi ovulasi.

- Langkah V (pemeriksaan bakteriologi). Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi dari vagina dan porsio. Infeksi akibat Clamydia trachomatis dan gonokokus sering menyebabkan sumbatan tuba. Jika ditemukan riwayat abortus berulang atau kelainan bawaan pada kehamilan sebelumnya perlu dilakukan pemeriksaan terhadap TORCH.

- Langkah VI (analisis fase luteal). Kadar estradiol yang tinggi pada fase luteal dapat menghambat implantasi dan keadaan seperti ini sering ditemukan pada unexplained infertility. Pengobatan insufisiensi korpus luteum dengan pemberian sediaan progesteron alamiah. Lebih diutamakan progesteron intravagina dengan dosis 50200 mg daripada pemberian oral.

- Langkah VII (diagnosis tuba falopii). Karena makin meningkatnya penyakit akibat hubungan seksual, pemeriksaan tuba menjadi sangat penting. Tuba yang tersumbat, gangguan hormon, dan anovulasi merupakan penyebab tersering infertilitas. Untuk mengetahui kelainan pada tuba tersedia berbagai cara, yaitu uji insuflasi, histerosalpingografi, gambaran tuba falopii secara sonografi, hidrotubasi, dan laparoskopi. Penanganan pada tiap predisposisi infertilitas bergantung pada penyebabnya, termasuk pemberian antibiotik untuk infertilitas yang disebabkan oleh infeksi.

Penanganan pada pria umumnya adalah dengan analisis sperma. Dari hasil analisis sperma dapat terlihat kualitas dan kuantitas dari spermatozoa. Jika ditemukan fruktosa di dalam semen, harus dilakukan tindakan biopsi testis. Jika tidak ditemukan fruktosa di dalam semen, menunjukkan tidak adanya kelainan vesikula dan vasa seminalis yang bersifat kongenital.

Langkah-langkah penanganan infertilitas dari yang paling sederhana, yaitu dengan anamnesis pasangan suami-istri, analisis sperma, uji pasca-sanggama, penilaian ovulasi, pemeriksaan bakteriologi, analisis fase luteal, diagnosis tuba falopii, dan analisis sperma. Penanganan dilakukan secara bertahap dengan mengobati satu atau lebih faktor spesifik. Observasi prospektif dan pengobatan empiris dengan clomiphene atau antibiotik empiris.

Pustaka
Kebidanan Komunitas Oleh Safrudin, SKM, M.Kes & Hamidah, S.Pd, M.Kes

Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Pada Neonatus

KEGAWATDARURATAN NEONATUS
Neonatus adalah organisme yang berada pada periode adaptasi kehidupan intrauterin ke ekstrauterin. Masa neonatus adalah periode selama satu bulan tepat 4 minggu atau 28 hari setelah lahir).
Kondisi neonatus yang memerlukan resusitasi :

1. Sumbatan jalan napas akibat lendir / darah, mekonium atau akibat dah yang jatuh ke posterior.

2. Kondisi depresi pernapasan akibat obat – obatan yang diberikan kepada ibu. Misalnya, obat anestesik, analgetik lokal, narkotik, diazepam, magnesium sulfat, dan sebagainya.

3. Kerusakan neurologis.

4. Kelainan / kerusakan saluran napas atau kardiovaskular atau susunan saraf pusat, dan / atau kelainan kongenital yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan / sirkulasi.

5. Syok hipovolemik, misalnya akibat kompresi tali pusat atau perdarahan.

Penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia dan perdarahan. Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Akibat jangka panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika gangguan ini diketahui sebelum kelahiran (misal, pada keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi / oksigenasi janin intrauterin atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi.

Asfiksia yang terdeteksi sesudah lahir, prosesnya berjalan dalam beberapa fase / tahapan.
1. Janin bernapas megap-megap (gasping), diikuti dengan
2. Masa henti napas (fase henti napas primer).
3. Jika asfiksia berlanjut terus, timbul pernapasan megap-megap yang kedua selama 4 – 5 menit (fase gasping kedua) diikuti masa henti napas kedua (henti napas sekunder).

Semua neonatus dalam keadaan apapun mempunyai kesukaran untuk beradaptasi dengan suhu lingkungan yang dingin. Neonatus yang mengalami asfiksia khususnya, mempunyai sistem pengaturan suhu yang lebih tidak stabil dan hipotermia ini dapat memperberat / memperlambat pemulihan keadaan asidosis yang terjadi.

Keadaan bayi pada menit ke-1 dan ke-5 sesudah lahir dinilai dengan
skor Apgar (apparance, pulse, grimace, activity, respiration). Nilai pada
menit pertama untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai ini berkaitan dengan keadaan asidosis dan kelangsungan hidup. Nilai pada menit kelima untuk menilai prognosis neurologis.

Afiksia berat (nilai Apgar 0-3) diatasi dengan memperbaiki ventilasi paru dengan memberi oksigen tekanan langsung dan berulang. Ada pembatasan dalam penilaian Apgar ini.

1. Resusitasi segera dimulai jika diperlukan dan tidak menunggu sampai ada penilaian pada menit pertama.

2. Keputusan perlu tidaknya resusitasi maupun penilaian respons resusitasi cukup dengan menggunakan evaluasi frekuensi jantung, aktivitas respirasi, dan tonus neuromuskular, bukan dengan nilai Apgar total. Hal ini untuk menghemat waktu.

Perencanaan berdasarkan perhitungan nilai Apgar.
1. Nilai Apgar menit pertama 7 – 10, biasanya bayi hanya memerlukan tindakan pertolongan berupa pengisapan lendir / cairan dari orofaring. Tindakan ini harus dilakukan secara hati – hati, karena pengisapan yang terlalu kuat / traumatik dapat menyebabkan stimulasi vagal dan bradikardia sampai henti jantung.

2. Nilai Apgar menit pertama 4 – 6, hendaknya orofaring cepat diisap dan diberikan oksigen 100%. Bayi diberi stimulasi sensorik dengan tepukan atau sentilan di telapak kaki dan gosokan selimut kering ke punggung. Frekuensi jantung dan respirasi terns dipantau ketat. Jika frekuensi jantung menurun atau ventilasi tidak adekuat, harus diberikan ventilasi tekanan positif dengan kantong resusitasi dan sungkup muka. Jika tidak ada alat bantu ventilasi, gunakan teknik pernapasan buatan dari mulut ke hidung mulut.

3. Nilai Apgar menit pertama 3 atau kurang menunjukkan bayi mengalami depresi pernapasan yang berat dan orofaring harus cepat diisap. Ventilasi tekanan positif dengan oksigen 100% sebanyak 40-50 kali per menit harus segera dilakukan.

Kecukupan ventilasi dinilai dengan memerhatikan gerakan dinding dada dan auskultasi bunyi napas. Jika frekuensi jantung tidak meningkat sesudah 5-10 kali napas, kompresi jantung harus dimulai. Frekuensi 100-120 kali per menit dengan 1 kali ventilasi setiap 5 kali kompresi (5:1).

Penyulit yang mungkin terjadi selama resusitasi meliputi hipotermia, pneumotoraks, trombosis vena, atau kejang. Hipotermia dapat memperberat keadaan asidosis metabolik, sianosis, gawat napas, depresi susunan saraf pusat, dan hipoglikemia. Pneumotoraks diatasi dengan pemberian ventilasi tekanan positif dengan inflasi yang terlalu cepat dan tekanan yang terlalu besar dapat menyebabkan komplikasi ini.

Jika bayi mengalami kelainan membran hialin atau aspirasi mekonium, risiko penumotoraks lebih besar karena komplians jaringan paru lebih lemah. Tombosis vena diatasi dengan pemasangan infus / kateter intravena dapat menimbulkan lesi trauma pada dinding pembuluh darah, potensial membentuk trombus.

Selain itu, infus larutan hipertonik melalui pembuluh darah tali pusat juga dapat mengakibatkan nekrosis hati dan trombosis vena.
Pencegahan hipotermia merupakan komponen asuhan neonatus dasar agar bayi baru lahir tidak mengalami hipotermia. Hipotermia terjadi jika suhu tubuh di bawah 36,5°C (suhu normal pada neonatus adalah 36,5 37,5°C) pada pengukuran suhu melalui ketiak. Bayi baru lahir mudah sekali terkena hipotermia. Hal ini disebabkan oleh hal – hal berikut :

1. Pusat pengaturan suhu tubuh pada bayi belum berfungsi dengan sempurna.
2. Permukaan tubuh bayi relatif luas.
3. Tubuh bayi terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas.
4. Bayi belum mampu mengatur posisi tubuh dan pakaiannya agar ia tidak kedinginan.

Hipotermia pada bayi baru lahir timbul karena ada penurunan suhu tubuh yang dapat terjadi akibat :
1. Radiasi, yaitu panas tubuh bayi memancar ke lingkungan di sekitar bayi yang lebih dingin. Misalnya, bayi baru lahir diletakkan di tempat yang dingin.

2. Evaporasi, yaitu cairan ketuban yang membasahi kulit bayi menguap. Misalnya, bayi lahir tidak langsung dikeringkan dari air ketuban.

3. Konduksi, yaitu pindahnya panas tubuh bayi karena kulit bayi langsung kontak dengan permukaan yang lebih dingin, Misalnya, popok/ celana bayi basah yang tidak langsung diganti.

4. Konveksi, yaitu hilangnya panas tubuh bayi karena aliran udara sekeliling bayi. Misalnya, bayi diletakkan dekat pintu / jendela terbuka.

Tindakan pencegahan hipotermia meliputi ibu melahirkan di ruangan yang hangat, segera mengeringkan tubuh bayi yang lahir, segera meletakkan bayi di dada ibu dan kontak langsung kulit ibu dan bayi, dan menunda memandikan bayi baru lahir sampai suhu tubuh stabil.

Pustaka
Kebidanan Komunitas, Oleh Safrudin, SKM, M.Kes & Hamidah, S.Pd, M.Kes, EGC.

Syok Obstetri

Syok obstetri adalah keadaan syok pada kasus obstetri yang kedalamannya tidak sesuai dengan perdarahan yang terjadi. Dapat dikatakan bahwa syok yang terjadi karena kombinasi:
• akibat perdarahan,
• akibat nyeri.

Syok adalah ketidakseimbangan antara volume darah yang beredar dan ketersediaan sistem vascular bed sehingga menyebabkan terjadinya:
1. Hipotensi.
2. Penurunan atau pengurangan perfusi jaringan atau organ.
3. Hipoksia sel.
4. Perubahan metabolisme aerob menjadi anaerob.

Dengan demikian, dapat terjadi kompensasi peningkatan detak jantung akibat menurunnya tekanan darah menuju jaringan.
Jika ketidakseimbangan tersebut terus berlangsung, akan terjadi:

1. Semakin menurunnya aliran 02 dan nutrisi menuju jaringan.

2. Ketidakmampuan sistem sirkulasi unruk mengangkut CO2 dan hasil maabolisme lainnya sehingga terjadi timbunan asam laktat dan asam piruvat di jaringan tubuh dan menyebabkan asidosis metabolik.

3. Rendahnya aliran 02 menuju jaringan akan menimbulkan metabolisme anaerob yang akan menghasilkan produk samping:
a. Timbunan asam laktat
b. Timbunan asam piruvat

Dampak gagalnya siklus Kreb adalah hipoksia sel yang terlalu lama yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada sistem enzim sel dan metabolisme sel.


Klasifikasi Syok
1. Syok hipovolemik

a Syok akibat Perdarahan:
Pada obstetri disebabkan oleh:
• Perdarahan pada abortus

• Perdarahan antepartum
- Plasenta previa
- Solusio plasenta

• Perdarahan postpartum

• Perdarahan akibat trauma jalan lahir
- Perdarahan pada ruptur serviks
- Perdarahan robekan vagina
- Perdarahan ruptur uteri’
- Perdarahan operasi obstetri

Pada Ginekologi:
• Perdarahan disfungsional uteri
• Perdarahan pada hamil ektopik
• Perdarahan pada keganasan
• Perdarahan pada ovarium
• Perdarahan pada operasi ginekologi

b. Syok akibat kehilangan cairan

• Hiperemesis gravidarum

• Kehilangan cairan akibat
-Diare
-Pemakaianobat diuretik

• Syok akibat pengeluaran cairan asites yang terIalu banyak dan mendadak

c. Supine hypotensive syndrome
• Syok berkaitan dengan kompresi uterus pada vena cava inferior sehingga aliran darah yang menuju atrium kanan berkurang.

d. Syok berkaitan dengan disseminated intravascular coagulation.
• Emboli air ketuban
• Syok karena terdapat IUF dead

2. Syok sepsis (endatoxin shock)
a. Infeksi dengan masuknya endotoksin yang berasal dari dinding bakteri gram-negatif.
b. Endotoksin dapat menimbulkan mata rantai gangguan pada berbagai organ sehingga menimbulkan sindrom Syok sepsis.
c. Komplikasi yang paling sering berkaitan dengan syok sepsis:
• Abortus infeksius
• Korioamnionitis
• Pielonefritis
• Endometritis postpartum

3. Syok kardiogenik
a. Kegagalan ventrikel kiri
• Akibat cardiac arrest atau ventrikel fibrilasi
• Infark miokard

b. Kegagalan pengisian vanrikel kiri:
• Tamponade jantung–akibat emboli pada jantung
• Emboli paru
- Lepasnya embolus dari flebitis interna.
- Pada operasi ekstensif pelvis–operasi radikal.

4. Syok neurogenik
a. Akibat zat kimia–aspirasi dari cairan atau isi lambung.
b. Akibat obat-obatan–anestesi spinal.
c. Inversio uteri—kolaps vasomotor.
d. Gangguan eiektrolit–hiponatremia–kekurangan ion Na.

Sumber Pustaka
- Pengantar Kuliah Obstetri
- Kepaniteraan Klinik Obsterri & Ginekologi

Efek samping kontrasepsi oral

Penggunaan utama estrogen dan progestin ialah untuk kontrasepsi oral. Banyak jenis sediaan di pasaran yang dikemas sedemikian rupa sehingga penggunaannya mudah. Umumnya sediaan ini sangat efektif bila digunakan dengan tepat dan menurut aturan, dan kemungkinan konsepsi sangat kecil. Kehamilan hanya terjadi pada 0,5-1% dengan sediaan kombinasi dan agak lebih tinggi pada sediaan sekuensial.
Bila preparat ini digunakan tidak menurut aturan dan sate atau 2 kali terlupakan, kemungkinan untuk hamil cukup besar. Hal ini terutama terjadi pada sediaan sekuensial dibandingkan dengan sediaan kombinasi. Karena itu, bila ingin menghindari kehamilan, penggunaan sediaan kombinasi adalah lebih baik dibandingkan sediaan sekuensial.

Pada penggunaan sediaan hormon umumnya dapat timbul efek samping fisiologis atau farmakologis, padahal tujuannya hanya sebagai kontrasepsi, bukan karena defisiensi. Karena itu, sebaiknya pilih sediaan yang mengandung jumlah hormon yang lebih sedikit. Sediaan dengan jumlah estrogen lebih besar cenderung menyebabkan lebih banyak withdrawal bleeding, mual, dan mastalgia. Sediaan yang mengandung derivat 19-nortestosteron cenderung mengurangi jumlah perdarahan dan lebih banyak efek anabolik dan androgenik.

Efek Samping
Insiden efek samping pada penggunaan kontrasepsi oral dalah rendah. Perubahan tidak menetap pada metabolisme intermediet dapat terjadi. Namun, efek dalam waktu lama, seperti peningkatan trigliserid plasma atau penurunan tolerans glukosa belum dapat diramalkan. Efek samping yang sering dijumpai ialah efek samping minor dan sering ringan, serta umumnya hanya bersifat sementara. Meskipun tidak selalu perlu untuk menghentikan pengobatan, sepertiga dari semua akseptor yang mengonsumsi pil KB tipe kombinasi atau sekuensial menghentikan penggunaannya. Evaluasi keluhan yang bermakna, atau yang tidak bermakna sulit dilakukan. Pada pemakaian kontrasepsi oral yang sama, dapat timbul bermacam efek samping pada pasien yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa efek samping hanya disebabkan oleh hormon. Namun, tidak pula berarti bahwa efek samping ini dapat diabaikan. Setiap kasus harus dinilai secara tersendiri.

Efek Samping Ringan
Efek samping ringan dapat berupa:
1. Mual, mastalgia, break through bleeding dan edema yang berhubungan dengan jumlah estrogen dalam sediaan. Efek samping ini biasanya lebih sering pada sediaan sekuensial karena sediaan ini lebih banyak mengandung estrogen. Efek samping ini dapat dikurangi dengan cara beralih ke sediaan yang mengandung estrogen lebih sedikit atau sediaan yang mengandung progestasional dengan efek seperti androgen.

2. Perubahan pada protein serum dan efek lain pada endokrin (lihat atas) harus diperhatikan bila mengevaluasi fungsi tiroid, adrenal, dan hipofisis. Peningkatan hematokrit diduga disebabkan oleh meningkatnya kadar fibrinogen.

3. Perubahan psikologis biasanya bersifat sementara dan tidak bisa diramalkan untuk setiap sediaan. Pada umumnya, pasien-pasien merasa tenang karena mereka terlepas dari kecemasan akan kehamilan. Beberapa pasien merasakan gejala yang dirasakan pada masa pramenstrual, yakni mudah terangsang (iritable) dan depresi sepanjang siklus.

4. Sakit kepala, biasanya ringan dan bersifat sementara. Migrain menjadi lebih buruk, dan pernah dilaporkan adanya peningkatan cerebrovnscular accident (CVA). Bila hal ini terjadi atau bila migrain terjadi selama masa terapi dengan pil KB, penggunaan pil KB harus dihentikan.

5. Libido meningkat atau menurun pada beberapa pasien, tetapi kebanyakan tidak berubah. Perubahan yang sama juga dijumpai pada terapi dengan plasebo.

6. Withdrawal bleeding kadang-kadang tidak terjadi, sering pada preparat kombinasi, yang dapat dikelirukan dengan kehamilan. Bila hal ini terjadi dan mengganggu pasien, dianjurkan untuk mengganti sediaan sekuensial atau mengubah cara KB dengan metode lain.

Efek Samping yang Lebih Mengganggu
Efek samping berikut memerlukan penghentian penggunaan pil KB:
1. Break through bleeding lebih sering terjadi pada sediaan sekuensial. Perdarahan yang hebat kadang-kadang dapat dikurangi dengan mengganti sediaan kombinasi, terutama yang mengandung androgen mirip-progestin.

2. Bertambahnya berat badan, lebih sering terjadi pada sediaan kombinasi mengandung progestin androgen. Hal ini dapat dikontrol dengan beralih ke sediaan sekuensial atau dengan diet.

3. Bertambahnya pigementasi kulit, lebih menonjol pada wanita yang berkulit gelap. Biasanya cenderung meningkat bersamaan dengan waktu. Insidennya 5% pada akilir tahun pertama dan sekitar 40% pada akhir tahun ke-8. Diduga diperhebat oleh adanya defisiensi vitamin B. Pigmentasi biasanya tidak menetap dan hilang setelah penghentian pengobatan, tapi pada beberapa kasus hilangnya pigmentasi sangat lambat.

4. Jerawat, dapat menjadi banyak akibat pemakaian sediaan yang mengandung androgen mirip-progestin, sedangkan sediaan yang mengandung estrogen dalam jumlah besar sering menimbulkan penyembuhan jerawat.

5. Hirsutisme, dapat diperhebat oleh derivat 19-nortestosteron. Oleh karena itu, sediaan ini diganti dengan kombinasi yang mengandung non-androgenik progestin atau sediaan sekuensial.

6. Dilatasi ureter seperti pada masa kehamilan pernah dilaporkan, terapi tidak ada peningkatan infeksi traktus urinarius.

7. Infeksi vagina lebih sering terjadi dan lebih sulit diobati pada wanita yang minum pil KB.

8. Amenore akibat penghentian terapi. Setelah penghentian pil KB, 95% pasien dengan anamnesa menstruasi yang normal akan kembali mengalami menstruasi seperti semula, dan hanya sedikit saja yang menstruasinya akan normal setelah periode beberapa bulan. Namun, beberapa pasien tetap mengalami amenore untuk beberapa tahun. Kebanyakan pasien tersebut mengalami galaktore. Pasien yang biasJnya mengalami menstruasi tidak teratur sebelum makan pil KB, terutama lebih banyak mengalami amenore yang berkepanjangan setelah pil KB-nya dihentikan.

Efek Samping yang Berat
Ikterus-Banyak kasus ikterus dilaporkan pada pasien yang minum pil KB. Dalam hal ini ada pengaruh genetik. Ikterus yang disebabkan oleh pil KB, mirip dengan yang disebabkan oleh steroid yang mengalami substitusi 17 alkil. Hal ini sering dijumpai pada 3 siklus pertama, terutama pada wanita dengan anamnesa ikterus kolestatik dalam masa kehamilannya. Biopsi hepar menunjukkan adanya sumba tan empedu sepanjang kanalikuli dan kadangkadang terdapat nekrosis fokal.

Serum alkalin fosfatase dan SGPT meningkat. Retensi BSP, peningkatan Thymol turbidity dijumpai pada beberapa pasien yang menunjukkan kerusa k- an struktur hati. Ikterus dan gatal-gatal lenyap dalam 1-8 minggu setelah pil KB dihentikan.

Kelainan Vaskular
Kelainan yang paling serius yang dijumpai berhubungan dengan peng-gunaan pil KB ialah tromboflebitis, emboli paru dan serebrovaskular trombosis. Insiden tromboemboli 5-10 kali lipat pada ibu-ibu yang minum pil KB. Penyebab tromboflebitis ini belum diketahui. Ibu-ibu dengan golongan darah 0 mempunyai kemungkinan untuk men-derita efek samping vaskular ini lebih kecil dibandingkan ibu dengan golongan darah A, B, dan AB.

Depresi
Dalam derajat tertentu, depresi dapat terjadi pada 6% ibu dan mungkin memerlukan penghentian penggunaan pil KB.

Peningkatan Tekanan Darah
Beberapa pasien menunjukkan peningkatan tekanan darah selama mendapat pil KB.

Selain efek-efek samping tersebut di atas, efek samping lain yang penyebabnya masih belum jelas juga telah dilaporkan—dalam hal ini termasuk alopesia, eritema multiform, eritema nodosum, dan kelainan kulit lainnya.

Kontraindikasi dan Perhatian
- Kontraindikasi kontrasepsi oral ialah tromboflebitis, fenomena tromboembolik, dan kelainan serebrovaskular ataupun penderita dengan riwayat penyakit ini sebelumnya.
- Kontrasepsi oral sebaiknya tidak diberikan untuk terapi perdarahan per vaginam bila penyebabnya tidak diketahui.
- Kontrasepsi oral jangan diberikan pada penderita yang diketahui men-derita tumor pada mamae atatt neoplasma lain yang bergantung pada estrogen.
- Pasien dengan penyakit hepar, asma, migrain, diabetes, hipertensi, dan gangguan kejang jangan diberi pil KB karena dapat menimbulkan serangan yang lebih hebat. Karena pil KB dapat menyebabkan edema, obat ini sebaiknya jangan diberikan; atau diberikan dengan perhatian khusus pada pasien dengan kelemahan jantung kongestif atau pada penderita dengan edema sebagai keadaan yang berbahaya.
- Estrogen dapat meningkatkan pertumbuhan fibroid. Karena itu, wanita dengan tumor ini harus diberikan estrogen dalam jumlah paling kecil atau dipilih progestin dengan efek androgenik tinggi dan menghindarkan obat sekuensial.
- Pernah dilaporkan bahwa pil KB dapat memperburuk penyakit hepar, asma, eksem, migrain, epilepsi, diabetes, hipertensi dan neuritis optik, atau neuritis retrobulbair yang sudah ada.

Sekarang pil KB merupakan kontraindikasi untuk remaja yang pertumbuhan epifisenya (epiphyseal closure) belum lengkap. Dalam penelitian diketahui bahwa baik estrogen maupun progestin tunggal efektif sebagai kontrasepsi. Klormadinon atau norgestrel diberi per oral dalam dosis kecil. Medroksiprogesteron atau noretisteron enantat diberikan sebagai suntikan tiga bulan sekali atau implantasi subkutan suatu silastic capsule yang mengandung megestrol asetat. Semua obat tersebut dapat mencegah kehamilan. Suntikan pellet sering disertai perdarahan. Estrogen dalam dosis besar diberi untuk beberapa hari segera setelah koitus (48 jam) pada masa ovulasi dapat mencegah kehamilan. Namun, dosis besar ini tidak menyenangkan karena menyebabkan mual dan muntah.

Pustaka
Kumpulan Kuliah Farmakologi Oleh Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK UNSRI

Injeksi Kontrasepsi Depo-Provera

A. Definisi: Injeksi ini mengandung larutan medroksiprogesteron asetat (depot medroxyprogesterone acetate [DMPA]).

B. Keefektifan: Kurang dari 1% pasien yang menggunakan Depo-Provera akan tetap hamil selama mereka mendapat injeksi setiap 12 minggu.

C. Keuntungan
1. Tidak mengandung estrogen
2. Memberi perlindungan selama 12 minggu dengan pemberian injeksi IM 150 mg
3. Nyaman digunakan
4. Bersifat reversibel: 66% pengguna Depo-Provera diharapkan dapat hamil kembali 1 tahun setelah injeksi terakhir. Sebesar 93% wanita akan hamil dalam 24 bulan.
5. Dapat digunakan oleh ibu yang sedang menyusui
6. Cenderung tidak menimbulkan peningkatan tekanan darah, kejang berulang, dan migrain
7. Direkomendasikan bagi pasien yang merokok lebih dari 10 batang per hari, terutama yang berusia lebih dari 35 tahun

D. Kerugian
1. Perdarahan yang tidak teratur atau tidak dapat diprediksi
a. Perdarahan biasanya terjadi sebentar, tetapi berlangsung terus-menerus tidak teratur.
b. Amenore dapat terjadi pada 60-80% pengguna selama setahun.
c. Perdarahan berat terjadi pada 0,5% pengguna.
d. Pengalaman pengguna melaporkan pengembalian fertilitas lambat; kurang diminati oleh wanita yang ingin hamil dalam 1-2 tahun.

2. Mengurangi penyimpanan kalsium dan mineral dalam tulang; efek ini bersifat reversibel setelah penghentian injeksi.

3. Efek samping lainnya

a. Peningkatan nafgu makan (dapat meningkatkan berat badan)
b. Sakit kepala
c. Kerontokan rambut sementara
d. Kram perut: Sering terjadi pada 2 minggu pertama injeksi, serta cenderung berkurang sampai injeksi yang berikutnya
e. Kelelahan
f. Penurunan hasrat seksual

4. Tidak ada Jaya perlindungan terhadap IMS

E. Kontraindikasi
1. Kehamilan
2. Alergi terhadap Depo-Provera
3. Penyakit hati terkini
4. Perdarahan uterus yang tidak terdiagnosis

F. Penatalaksanaan
1. Penggunaan
a. Berikan 150 mg DMPA IM setiap 12 minggu.
b. Mulai pengobatan dalam 5 hari saat menstruasi atau 4 minggu setelah pelahiran, jika pasien sedang tidak menyusui. Beni tahu pasien bahwa DMPA tidak efektif selama 24 jam setelah injeksi.
c. Bila pasien sedang amenore, anjurkan is melakukan uji kehamilan sebelum mendapat injeksi berikutnya.
d. Bila pada injeksi berikutnya pasien terlambat selama 6 hari atau lebih (beberapa kebijakan menyarankan sampai batas waktu 14 hari), anjurkan pasien untuk tidak berhubungan seksual (atau gunakan metode perlindungan lainnya) selama 2 minggu. Uji kehamilan yang negatif setelah masa ini akan membolehkan untuk mengulang Depo-Provera.
e. Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan kalsium 1000 sampai 2000 mg per hari. Asupan dari makanan lebih baik, tetapi dua tablet kalsium setiap hari juga sudah mencukupi.
f. Ingatkan pasien bahwa periode pertamanya setelah pemutusan DMPA mungkin lebih ringan, lebih berat, atau lebih lama dari efek sebelumnya. Kram berat, begah, dan flatulens adalah gejala yang umum terjadi.

2. Efek samping
a. Selama perdarahan abnormal dari uterus antarmasa menstruasi langkah berikut ini dapat berguna:
(1) Minum 600-800 mg Motrin (ibuprofen) per oral, 3 kali sehari selama 5-7 hari.
(2) Pertimbangkan pemberian pil KB dosis-rendah selama 1-2 siklus.
(3) Bila perdarahan hanya terjadi pada 2-3 minggu sebelum injeksi berikutnya, berikan injeksi lebih awal.
(4) Banyak pasien yang mendapat pengobatan kejang mengalami perdarahan pada minggu ke-10-11 karena peningkatan klirens DMPA. Anjurkan pemberian DMPA secara rutin setiap 10 minggu pada pasien ini.
b. Untuk kasus amenore pasca-Depo-Provera (6 bulan setelah injeksi terakhir), petunjuk berikut ini dapat membantu:
(1) Sebelum 6 bulan, pastikan pasien bahwa perlu jeda waktu untuk memulainya kembali.
(2) Setelah 6 bulan, pertimbangkan pemberian pil KB setelah yakin bahwa kehamilan tidak terjadi. Bila pasien tidak mengalami withdrawal bleeding setelah siklus kedua, penambahan 1-2 mg estradiol (Estrace) atau estrogen lain pada 3 minggu pertama pemberian pil KB, dapat menyiapkan kondisi endometrium.

Pustaka
Obstetri dan ginekologi Panduan praktis Oleh Geri Morgan & Carole Hamilton
Related Post:

Penanganan Preeklamsia ringan, sedang, berat, dan Eklamsia

TATA LAKSANA
Preeklamsia ringan dan sedang
a. Bisa rawat jalan dengan anjuran untuk banyak istirahat/ tirah baring.
b. Diet rendah garam dan tinggi protein.
c. Pemberian medikamentosa: sedativa (diazepam), anti hipertensi: alfa metil DOPA (R: dopamet, aldomet) dan anti agregasi platelet asam metil salisilat (R: aspirin, aspilets). Anti hipertensi dan anti agregasi platelet diberikan menurut indikasi.
Pasien preeklamsia ringan yang dilakukan rawat inap, bila penyakit membaik dapat dilakukan rawat jalan; sedangkan jika penyakit menetap atau memburuk, kehamilan dapat diakhiri pada usia kehamilan 37 minggu.

Preeklamsia Berat (PEB)
Perawatan konservatif (usia kehamilan <36 minggu) a. Tirah baring. b. Infus D5:RL = 3:1. c. Diet rendah garam dan tinggi protein (diet preeklamsia) d. Pasang kateter tetap (bila perlu). e. Medikamentosa: - Anti konvulsan MgSO4. - Anti hipertensi Nifedipine 10 mg sublingual, dilanjutkan dengan 10 mg q 8 jam. - Kortikosteroid (Oradexon i.m. 2 kali 10 mg) untuk kehamilan <36 minggu. - Antibiotikum, diuretikum dan kardiotonikum hanya diberikan atas indikasi. Perawatan aktif (terminasi kehamilan), yaitu pada keadaan-keadaan di bawah ini: - Umur kehamilan >36 minggu.
- Terdapat tanda-tanda impending eklamsia atau eklamsia
- Gawat janin.
- Sindroma HELLP.
- Kegagalan perawatan konservatif, yakni setelah 6 jam perawatan tidak terlihat tanda-tanda perbaikan penyakit.

Eklamsia
Secara prinsip kehamilan dengan eklamsia harus segera dilakukan terminasi (diakhiri), sedangkan perawatan/pengobatan yang dilakukan adalab untuk stabilisasi kondisi pasien dalam rangka terminasi kehamilan tersebut.
- Tirah baring, diet preeklamsia atau per sonde (bila pasien dalam keadaan koma).
- Infus D5:RL = 3:1.
- Pasang kateter tetap.
- Kepala direndahkan, isap lendir orofaring.
- Pasang sudip lidah untuk mencegah lidah tergigit bila pasien kejang.
- Medikamentosa.

Bila pasien sadar dan keadaan membaik, kehamilan segera diakhiri, sebisa mungkin mengusahakan partus per vaginam dengan mempercepat kala II. Bila dalam 6 jam keadaan tidak membaik (klinis maupun laboratorik) dan pasien belum sadar, maka kehamilan harus segera diakhiri juga.

Pustaka
Obsteri & Ginekologi Oleh Dr. Chrisdiono M. Achadiat Sp. OG.

Partograf Model WHO

Berdasarkan pengamatan WHO, angka kematian ibu adalah sebesar 500.000 jiwa dan angka kematian bayi sebesar 10.000.000 jiwa setiap tahunnya. Jumlah tersebut sebenarnya masih diragukan karena besar kemungkinan kematian ibu dan bayi yang tidak dilaporkan. Kejadian kematian ibu dan bayi sebagian besar terdapat di negara berkembang yaitu sekitar 98% sampai 99%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemungkinan kematian ibu dan bayi di negara berkembang 100 kali lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju.

Kematian maternal dapat terjadi pada saat pertama pertolongan persalinan. Penyebab utama kematian ibu adalah trial klasik (perdarahan, infeksi, gestosis). Sedangkan penyebab kematian perinatal adalah asfiksia neonatorum, trauma persalinan, prematuritas atau berat bayi lahir rendah (BBLR), dan infeksi neonatorum.

Berdasarkan penyebab kematian maternal dan perinatal dapat dikemukakan bahwa masih terdapat kelemahan dalam hal:
• Melakukan pengawasan antenatal untuk menetapkan risiko kehamilan.
• Menentukan penyulit kehamilan untuk segera mendapat pertolongan dan pengayoman serta pelayanan medis.
• Sistem rujukan.
• Sarana pertolongan medis.
• Pertolongan persalinan (dukun).
• Pelaksanaan KB (belum merata).

Memperhatikan pernyataan tersebut, Bank Dunia, WHO, UNFPA, dan beberapa organisasi donor dunia menyelenggarakan konperensi Safe Motherhood di Nairobi, Kenya, dengan tujuan mendorong gerakan dunia untuk memperhatikan kesejahteraan ibu sehingga angka kematian maternal dan perinatal dapat diturunkan.

Konsep partograf WHO
Hubungan pembukaan serviks, penurunan kepala janin (bagian terendah) berkaitan dengan waktu persalinan untuk pertama kalinya dikemukakan oleh Friedman. Friedman menemukan bahwa gambaran hubungan pembukaan serviks dan waktu persalinan berbentuk huruf “S” yang kemudian dikenal dengan “kurva Friedman” tahun 1954.

Hedricks dkk pada tahun 1969 dalam penelitiannya melihat bahwa terdapat perbedaan kurva Friedman, diantara primigravida dan multigravida pada fase aktif maupun fase latennya. Seandainya kedua bentuk asli kurva Friedman disampaikan dan diajarkan kepada petugas kesehatan khus. usnya bidan, maka terdapat berbagai kesulitan dalam penerapannya. Oleh karena itu, badan pekerja WHO (informal working group WHO) mencetuskan gagasan modifikasi kurva Friedman manjadi “Partograf WHO.”

Partograf WHO menetapkan dasar sebagai berikut:
1. Fase aktif mulai pembukaan 3 cm.
2. Fase laten lamanya 8 jam.
3. Pada fase aktif pembukaan untuk primi dan multigravida sama tidak boleh kurang dari 1 cm/jam.
4. Pemeriksaan dalam hanya dilakukan dengan interval waktu 4 jam.
5. Keterlambatan persalinan selama 4 jam, memerlukan intervensi medis, dengan mempertimbangkan indikasi, dan keadaan umum ibu maupun janinnya.

Komponen dalam partograf WHO
Dalam setiap partograf WHO hams tercantum tiga komponen pokok, yaitu:

1. Rekaman kemajuan persalinan.
a. Pembukaan serviks.
b. Penurunan kepala.
c. Kekuatan his dan mulai mengejan.

2. Keadaan janin.
a. Denyut jantung janin.
b. Air ketuban.
c. Maulage kepala janin.

3. Rekaman tentang ibunya.
a. Keadaan umum: tensi. nadi, temperatur.
b. Keseimbangan cairan: infus, produksi urin.
c. Tentang urin: jumlah, proteinuria, dan keton bodi (aseton).

Rekaman kemajuan persalinan.
a. Pembukaan serviks.
Dasar ketetapan partograf WHO, fase aktif mulai pembukaan 3 cm dan perhitungan setiap jam pembukaan minimal 1 cm. maka pembukaan lengkap tercapai dalam waktu 7 jam. Perhitungan fase laten selama 8 jam dan ditetapkan pembukaan sebesar 3 cm, maka dari kedua titik tersebut akan dapat dibuat garis yang mencerminkan kurva partograf WHO yang normal. Garis ini dikenal sebagai garis waspada. Kelambatan persalinan masih dapat diadaptasi selama 4 jam dan selebihnya harus diambil tindakan definitif. Garis sejajar dengan garis waspada yang dibuat dengan memperhitungkan kelambatan persalinan selama 4 jam disebut garis tindakan. Dari jalannya pembukaan serviks persalinan masih dapat dianggap wajar bila terjadi di antara garis waspada dan garis tindakan, yaitu kelambatan persalinan selama 4 jam. Kelambatan persalinan lebih dari 4 jam sudah dapat menimbulkan berbagai penyulit terhadap ibu maupun bayinya sehingga meningkatkan kesakitan dan kematian.

b. Penurunan kepala.
Sebelum inpartu kepala dianggap berada satu telapak tangan (lima jari) di atas simfisis. Pada primigravida dimana kepala janin telah masuk PAP minggu 36, berarti kemungkinan tidak berhadapan dengan kesempitan panggul.

Dengan memperhitungkan kepala lima jari diatas simfisis, dan selanjutnya his akan menyebabkan penurunan kepala dengan perhitungan sebagai berikut:

Perhitungan Penurunan Kepala

Penurunan ini diukur dengan jari di atas simfisis (perlimaan).

c. Kekuatan his.
Kekuatan his diperhitungkan dalam 10 menit.
• 2 sampai 3 kali, durasi kurang dari 20 detik.
• 4 kali, durasi 20 sampai 40 detik.
• 5 kali, durasi lebih dari 40 detik.

Rekaman keadaan janin.

a. Denyut jantung janin.
• Denyut jantung janin normal 120 sampai 160 per menit.
• > 160/menit—takikardi, permulaan asfiksia.
• < 120/menit—bradikardi, asfiksia lebih lanjut, apalagi disertai keadaan iriguleritas.
• < 100/menit asfiksia intrauterin herat apa lagi disertai iriguleritas.

b. Air ketuban.
Air ketuban dapat memberikan petunjuk tentang keadaan janin dalam rahim berkaitan dengan asfiksia intrauterin. Air ketuban yang perlu mendapat perhatian adalah:
• Jumlahnya
• Warnanya: jernih (C-clear); campur mekoneum (M- meconeum); kurang (A-absent).

c. Moulage tulang kepala.
Moulage tulang kepala memberikan petunjuk tentang panggul, yang ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut:
0 = sutura masih teraba
+ = tulang kepala menempel
++ = tulang kepala saling menindih
+++ = tulang kepala tumpang tindih berat

Keadaan ibu.
Keadaan ibu yang patut direkam dan diperhitungkan dalam pertolongan persalinan adalah:
a. Keadaan umum.
• Tekanan darah
• Nadi dan suhu aksila dan rektal.

b. Keseimbangan cairan.
• Bila mendapat infus atau persalinan dengan induksi.

c. Produksi urin.
• Jumlahnya diperhitungkan dengan cairan yang masuk.
• Proteinuria.
• Keton bodi.

Pustaka
Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan Oleh Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba

Peranan Bidan dalam Sistem Kesehatan Nasional

Peranan bidan dalam masyarakat sebagai tenaga terlatih pada Sistem Kesehatan Nasional adalah memberi pelayanan sebagai tenaga terlatih, meningkatkan pengetahuan kesehatan masyarakat, meningkatkan penerimaan gerakan keluarga berencana, memberi pendidikan “dukun beranak”, dan meningkatkan sistem rujukan.

Memberi pelayanan dengan tenaga terlatih.

Di Indonesia persalinan dukun sebesar 50-60% terutama di daerah pedesaan. Pertolongan persalinan oleh dukun menimbulkan berbagai masalah dan penyebab utama tingginya angka kematian dan kesakitan ibu dan perinatal. Dukun tidak dapat mengetahui tandatanda bahaya perjalanan persalinan. Akibat pertolongan persalinan yang tidak adekuat dapat terjadi persalinan kasep, kematian janin dalam rahim, ruptur uteri, perdarahan (akibat pertolongan salah, robekan jalan lahir, retensio plasenta, plasenta rest), dan bayi mengalami asfiksia, infeksi, atau trauma persalinan.

Pelayanan kesehatan yang patut dilaksanakan bidan:
1. Meningkatkan upaya pengawasan ibu hamil.
2. Meningkatkan gizi ibu hamil dan ibu menyusui.
3. Meningkatkan gerakan penerimaan KB.
4. Meningkatkan kesehatan lingkungan.
5. Meningkatkan sistem rujukan.
6. Meningkatkan penerimaan imunisasi ibu hamil dan bayi.

Selain itu bidan juga melakukan pengawasan kehamilan dan menetapkan kehamilan, persalinan, dan pascapartum dengan risiko tinggi; kehamilan, persalinan, dan pascapartum yang meragukan; dan kehamilan, persalinan, dan pascapartum dengan risiko rendah. Berdasarkan penggolongannya, sikap yang dapat dilakukan bidan adalah meningkatkan pengawasan hamil, persalinan dan pascapartum, dan melakukan rujukan sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.

Meningkatkan pengetahuan kesehatan masyarakat
Pendidikan masyarakat memegang peranan penting yang meliputi pentingnya arti pengawasan hamil, mengajarkan tentang makanan yang berpedoman pada “empat sehat dan lima sempuma”, pentingnya arti imunisasi tetanus toksoid ibu hamil, pentingnya arti pelaksanaan keluarga berencana, mengarahkan tempat persalinan dilakukan untuk mendapatkan well born baby, pengawasan pascapartum dan persiapan untuk merawat bayi dan menyusui, pentingnya memberi ASI selama 2 tahun dan rawat gabung.

Pendidikan kesehatan ibu hamil dapat dilakukan pada waktu:
1. Pengawasan hamil di Puskesmas atau pondok bersalin desa dan praktik bidan swasta.
2. Saat menyelenggarakan Posyandu.
3. Melalui pertemuan berkala atau kursus pada PKK (Pendidikan Kesejahteraan Keluarga).
4. Pada saat memberi penyuluhan khusus.
5. Pada saat melakukan kunjungan rumah.

Tujuan pendidikan kesehatan masyarakat ini adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, mengarahkan masyarakat memilih tenaga kesehatan terlatih, meningkatkan pengertian masyarakat tentang imunisasi, keluarga berencana, dan gizi sehingga mengurangi ibu hamil dengan anemia.

Meningkatkan upaya penerimaan gerakan keluarga berencana

Pembangunan ekonomi diselenggarakan pemerintah bersama masyarakat, diikuti dengan program dan gerakan keluarga berencana, sehingga diharapkan kesejahteraan makin cepat tercapai. Pembangunan bangsa Indonesia berorientasi pada “pembangunan keluarga” yang pada gilirannya “meningkatkan sumber daya manusia”. Dalam pelaksanaan gerakan keluarga berencana dapat mengambil bagian penting:
1. Memberi KIE dan motivasi.
a. Mengapa mengikuti gerakan KB?
b. Kapan waktu yang tepat ber-KB?
c. Metode apa yang dipakai sesuai dengan waktu: pascapartum atau pasta-abortus, interval, pada remaja, atau wanita di atas 35 tahun.
d. Di mana dapat menerima pelayanan KB?
2. Memberi pelayanan dan pemeriksaan peserta KB. Keberadaan bidan di tengah masyarakat dapat memberi pelayanan KB dalam bentuk:
a. Metode sederhana (kondom).
b. Metode hormonal (pil, suntikan, susuk).
c. Metode mekan is (pemasangan IUD).
d. Melakukan pengawasan peserta. e. Merujuk klien yang menginginkan kontap ke Puskesmas atau RSU.

Pendidikan dukun beranak
Peranan dukun beranak sulit ditiadakan karena masih mendapat kepercayaan masyarakat dan tenaga terlatih yang masih belum mencukupi. Dukun beranak masih dapat dimanfaatkan untuk ikut serta memberi pertolongan persalinan. Kerjasama bidan di desa dengan dukun beranak perlu dijalin dengan baik melalui:
1. Pendidikan dukun yang berkaitan dengan tanda bahaya kehamilan dan persalinan serta pascapartum, teknik pertolongan persalinan sederhana tetapi bersih dan legeartis, perawatan dan pemotongan talipusat, perawatan neonatus, perawatan ibu pascapartum, meningkatkan kerjasama dalam bentuk rujukan bidan atau Puskesmas.
2. Diikutsertakan dalam gerakan keluarga berencana: membagikan kondom, membagikan pil KB, melakukan rujukan KB.
3. Memberi kesempatan untuk melakukan pertolongan persalinan dengan risiko rendah.
4. Meningkatkan sistem rujukan yang mantap.
Dengan penempatan bidan di desa diharapkan peranan dukun akan makin berkurang sejalan dengan makin tingginya pendidikan dan pengetahuan masyarakat dan tersedianya fasilitas kesehatan.

Meningkatkan sistem rujukan
Salah satu kelemahan pelayanan adalah pelaksanaan rujukan yang kurang cepat dan tepat, suatu kekurangan, tetapi tanggung jawab yang tinggi dan mendahulukan kepentingan masyarakat. Kelancaran rujukan dapat menjadi faktor yang menentukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan perinatal. Tindakan rujukan ditujukan pada mereka yang tergolong dalam risiko tinggi. Rujukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu.

Ada beberapa hambatan dalam penempatan bidan di desa antara lain:
1. Umur bidan relatif muda dan bukan dari desa sendiri.
2. Kesulitan menyesuaikan diri di tengah masyarakat.
3. Bidan bukan pegawai negeri sehingga tidak mempunyai penghasilan tetap.
4. Kemampuan desa untuk membangun Polindes masih terbatas sehingga banyak di antara bidan desa tidak mendapat dukungan sarana dari masyarakat.
5. Perkawinan bidan desa yang segera meningkatkan desa dan pindah mengikuti suami.
6. Pendidikan belum mencukupi untuk mampu mandiri sehingga bidan kurang berfungsi.
7. Karena berusia muda, bidan belum mendapat kepercayaan masyarakat sehingga orientasi kepada dukun masih dominan.

Sekalipun banyak hambatan, beberapa keuntungan penempatan bidan di .desa adalah sebagai berikut:
1. Bidan desa sebagai tenaga kesehatan terdidik diharapkan memberi pengaruh optimal kepada masyarakat.
2. Penetapan kehamilan risiko tinggi melalui pengawasan antenatal, sehingga dapat mengurangi kesakitan dan kematian maternal dan perinatal.
3. Bidan desa merupakan tempat masyarakat untuk meminta berbagai nasehat tentang kesehatan.
4. Mengganti peranan dukun bersalin.
5. Membuat peta kesehatan sehingga memudahkan pemantauan.
6. Mempercepat tercapainya sehat untuk semua pada tahun 2000.
7. Menjadi mata rantai sistem kesehatan nasional di pedesaan.

Pustaka
Memahami Kesehatan reproduksi wanita ed 2 Oleh dr. Ida Ayu Chandranita Manuaba, Sp.OG, dr. Ida Bagus gde Fajar Manuaba, Sp.OG & Prof. Manuaba

Kriteria Penegakan Diagnosis Asfiksia Intrauterin

DEFINISI
Asfiksia intrauterin adalah suatu keadaan dimana janin dalam rahim kekurangan oksigen dan kemudian diikuti dengan penimbunan asam asetat serta karbon dioksida (CO2) sehingga mengakibatkan keadaan asidosis intrauterin. Biasanya, keadaan ini terjadi karena terjadi gangguan dalam pertukaran gas (gas exchange), bisa terjadi secara akut (misalnya kompresi tali pusat) dan juga secara kronik (misalnya kehamilan post-term).

KRITERIA DIAGNOSIS
• Pasien umumnya termasuk kategori kehamilan risiko tinggi (high risk pregnancy).
• Abnormalitas bunyi jantung janin (bradikardia, takikardia, irregularitas ataupun deselerasi tipe lambat dan variabel).
• Berkurangnya aktivitas / gerakan janin, yakni, 4 kali per 10 menit (bisa dilihat dengan kardiotokografi).
• Dijumpai pertumbuhan janin terhambat (PJT).
• Dijumpai mekoneum dalam air ketuban.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Kardiotokografi (CTG): NST ataupun CST bila perlu.
• Amnioskopi.
• Ultrasonografi untuk menilai jumlah air ketuban (AFI).

KONSULTASI
Jika diperlukan dapat dilakukan konsultasi dengan konsultan perinatologi / anak.

TERAPI
Secara prinsip, keadaan asfiksia intrauterin memberikan tanda bahwa janin harus dilahirkan dengan cara yang paling aman dalam waktu yang secepatnya, yakni setelah janin tersebut dipulihkan dari asfiksianya terlebih dulu.

Cara persalinan:
• Per vaginam apabila telah dicapai kala II dan syarat – syarat untuk itu telah terpenuhi.
• Seksio sesarea apabila syarat per vaginam tidak terpenuhi atau kala II tidak dapat diharapkan dalam waktu singkat.

Catatan: melahirkan janin yang dalam keadaan asfiksia dengan cara apapun, tidak dianjurkan sebelum dilakukan resusitasi intrauterin terlebih dulu.

PERAWATAN RUMAH SAKIT
Perlu dilakukan evaluasi menyeluruh dan merencanakan tindakan pengakhiran kehamilan.

PENYULIT
• Kematian janin.
• Parut luka akibat seksio sesarea.

INFORMED CONSENT
Perlu dibuat secara tertulis, menyangkut kemungkinan hasil dari tindakan yang akan ditempuh serta kemungkinan seksio sesarea.

TINGKAT KEWENANGAN
• Dokter umum: untuk semua tindakan per vaginam, konsultasi spesialis (SpOG) bila perlu.
• Dokter spesialis (SpOG): untuk tindakan operatif (seksio sesarea).

LAMA PERAWATAN
• 2 – 3 hari untuk partus per vaginam tanpa komplikasi.
• 4 – 5 hari untuk seksio sesarea tanpa komplikasi.
• Untuk bayi, lama perawatan tergantung pada kondisi klinisnya.

MASA PEMULIHAN
Sekitar 40 hari (nifas) untuk partus per vaginam dan 3 bulan untuk seksio sesarea.

Pustaka
Obsteri & Ginekologi, Oleh Dr. Chrisdiono M. Achadiat Sp. OG, EGC.

Dispareunia: rasa nyeri saat berhubungan

Seperti yang dimunculkan dalam bagian terakhir, kemampuan wanita untuk menikmati hubungan seksual sering digunakan sebagai petunjuk penyembuhan perineum. Jadi, pertama-tama kita sebaiknya mempertimbangkan faktor patofisiologis yang dikaitkan dengan dispareunia pascanatal yang terjadi pada sebagian besar ibu baru (Hay-Smith & Mantle, 1996). Faktor yang sangat dikenali berpotensi menyebabkan rasa nyeri pada hubungan seksual wanita adalah kurangnya lubrikasi vagina, yang terjadi pada berbagai waktu dalam kehidupannya. Kekeringan ini dikaitkan dengan ‘nyeri dan iritasi’ selama hubungan seksual atau setelahnya. yang menunjukkan bahwa hal itu kurang berat untuk mencegah penetrasi. Kekeringan vagina pascanatal dan memanjang sampai laktasi, diakibatkan oleh defisiensi estrogen. Dengan demikian, dinding vagina tidak hanya menjadi lebih kering. tetapi juga lebih tipis, menyebabkannya relatif atrofi (Bancroft, 1994).

Kerusakan perineum telah membawa dampak dalam perubahan pada fungsi seksual pascanatal. Ketika kadang-kadang perubahan ini dapat bersifat positif (Fleming & Schafer, 1989; Raphael-Leff, 1991), keadaan yang sebaliknya sekarang diterima lebih luas (Kitzinger, 1995). Dalam sebuah survei yang melibatkan 89 wanita, penjahitan perineum ditemukan merupakan prediktor yang sangat penting bagi dispareunia daripada kesengajaan kerusakan tersebut (Fleming & Schafer, 1989). Namun, peneliti ini menemukan tingkat dispareunia jangka panjang yang lebih tinggi secara signifikan pada wanita yang mengalami episiotomi. Mereka menduga bahwa hal ini disebabkan oleh kerusakan jaringan yang lebih luas akibat episiotomi, yang selanjutnya disebabkan oleh insisi yang dilakukan sebelum pergeseran fisiologis jaringan otot.

Studi mengenai nyeri perineum difokuskan pada dispareunia dalarn kaitannya dengan benang jahit (Sleep, dkk., 1989). Chromic sofigut, yang dibandingkan dengan chromic catgut, pada 33% kasus lebih mungkin dikaitkan dengan dispareunia, sekalipun waktu pengembalian hubungan seksual tidak menunjukkan perbedaan antar kelompok. Temuan ini menunjukkan signifikansi bahwa wanita terikat dengan hubungan seksual mereka setelah persalinan dan kebutuhan mereka. untuk kembali berfungsi ‘normal’. Signifikans ini mencerminkan penekanan penelitian pada seks penetratif pascanatal, yang menghasilkan keprihatinan umum yang dipertimbangkan dengan dispareunia wanita. Pendirian feminis yang periang yang diadopsi oleh Kitzinger (1995) mengingatkan kita bahwa seksualitas tidak terbatas pada satu tindakan tertentu antara dua orang yang berbeda jenis kelamin, tetapi mencakup rentang aktivitas. sikap. dan orientasi. Sikap wanita turut berperan pada bagaimana is nyaman untuk kembali melakukan hubungan seksual; misalnya, erotik/maternal dan perasaan kepemilikan pada daerah tubuh tertentu. seperti payudara dan genitalianya dapat menghambat seks (Raphael-Leff, 1991).

Penelitian mengenai seksualitas pascanatal secara sempit difokuskan pada dispareunia sebagai satu-satunya masalah perilaku seksual ‘yang dapat diterima’, yaitu penetrasi oleh pria (Ussher, 1996: 177). Berdasarkan hal ini, pembelaan feminis dihuat sebagai pandangan lengkap atau holistik mengenai seksualitas wanita yang diberikan dengan memandang kebutuhan seksual ibu baru yang berbeda-beda. Dalih Ussher bahwa topik seksualitas pascanatal harus dibuka, dengan dibahas lebih inklusif dan lebih terbuka. Kebutuhan akan keterbukaan ini berlawanan dengan pengamatan pada klinik pascanatal medis di mana wanita yang berani mengungkapkan masalah seksual diabaikan pertanyaannya (Porter & Macintyre, 1989). Ketika wanita mungkin,dianjurkan untuk mencari pendapat ahli tentang masalah seksual pascanatal (Niven, 1992), anjurannya yaitu bahwa ‘pasangan dapat didorong untuk mengekspresikan afeksi dan cinta mereka melalui ciuman, pelukan dan pembicaraan’ (Olds, dkk., 1996: 1082) tampaknya merupakan pendahuluan yang masuk akal. Mungkin dengan mengambil posisi baru dalam bercinta untuk menghindari titik nyeri atau mengoleskan lubrikan sebagai bagian dari pemanasan dapat menjadi kesempatan bagi pasangan untuk menyegarkan kembali hubungan seksual mereka.

Sampai saat ini wanita dianjurkan untuk menghindari hubungan seksual sampai pemeriksaan pascanatalnya pada minggu ke-6. Hal ini diterapkan untuk mencegah beberapa ‘infeksi’ yang belum ditentukan dengan jelas. Perlu dipertanyakan apakah anjuran ini diajukan untuk mencegah pertanyaan bagi penyedia pemberi perawatan kesehatan mengenai masalah seksual yang nyeri, dengan memperlambat manifestasi masalah tersebut sampai lebih dari 6 minggu.

Pustaka
Nyeri Persalinan Oleh Rosemary Mander

Inisiasi Menyusui Dini (IMD)

Inisiasi menyusui dini (IMD) merupakan kemampuan bayi rnulai menyusu sendiri segera setelah dia dilahirkan. Cara melakukan IMD ini disebut pula breast crawl atau merangkak untuk mencari puting ibu secara alamiah. Pada prinsipnya IMD merupakan kontak langsung antara kulit ibu dan kulit bayi, bayi ditengkgrapkan di dada atau di perut ibu selekas mungkin setelah seluruh badan dikeringkan (bukan dimandikan), kecuali pada telapak tangannya. Kedua telapak tangan bayi dibiarkan tetap terkena air ketuban karena bau dan rasa cairan ketuban ini sama dengan bau yang dikeluarkan payudara ibu, dengan demikian ini menuntun bayi untuk menemukan puting. Lemak (verniks) yang menyamankan kulit bayi sebaiknya dibiarkan tetap menempel. Kontak antarkulit ini bisa dilakukan sekitar satu jam sampai bayi selesai menyusu.

Manfaat IMD
- Mendekatkan ikatan kasih sayang (bonding) antara ibu dan bayi pada jam-jam pertama kehidupannya. Hal ini penting untuk dasar pada interaksi ibu dan bayi selanjutnya.
- Bagi ibu, IMD menstimulasi hormon oksitosin yang dapat membuat rahim berkontraksi dalam proses pengecilan rahim kembali ke ukuran semula. Proses ini juga membantu pengeluaran plasenta, mengurangi perdarahan, merangsang hormon lain yang dapat meningkatkan ambang nyeri, membuat perasaan lebih rileks, bahagia, serta lebih mencintai bayi.
- Bagi bayi, IMD bisa meredakan ketegangan dan stres yang kemungkinan terjadi selama proses kelahiran, memberi rasa nyaman, dan aman. Menghisap merupakan hal alami yang dilakukan bayi di dalam rahim ibu.
- IMD bisa menyelamatkan nyawa bayi. Faktanya, empat juta bayi meninggal dalam usia 28 hari dalam satu tahun. Jika bayi segera disusui dalam waktu satu jam pertama akan mengurangi angka risiko kematian bayi.

IMD Setelah Bedah Cesar, Mungkinkah?
IMD tetap bisa dilakukan meskipun Anda menjalani persalinan melalui proses bedah cesar. Memang tidak seperti pada persalinan normal IMD tidak bisa diletakkan di atas perut ibu. Namun, ibu bisa minta diberikan anestesi spinal atau epidural agar tetap dalam keadaan sadar. Kontak dapat dilakukan di ruangan operasi sesegera mungkin dengan cara bayi diletakkan di dada dan dilanjutkan setelah berada di kamar perawatan.

Pustaka
Panduan Super Lengkap Hamil Sehat Oleh Dr. Suwignyo Siswosuharjo, Sp.OG., M.Kes., Fitrio Chakrawati, S. Sos.,MM.

Teknik Episiotomi (Perineotomi)

Episiotomi (perineotomi) adalah insisi perineum untuk memperlebar ruang pada lubang-keluar jalan-lahir sehingga memudahkan kelahiran anak. Fielding Ould, pada tahun 1872, mungkin merupakan dokter ahli kebidanan pertama yang melaksanakan episiotomi.

Keuntungannya bagi ibu mencakup hal-hal berikut:
1. Luka insisi yang lurus (rata) lebih mudah diperbaiki dan lebih cepat sembuh dibanding luka laserasi yang compang-camping serta tidak terkendali.
2. Dengan melakukan episiotomi sebelum otot dan fascia teregang berlebihan kekuatan pada dasar panggul dapat dipertahankan dan insidensi prolapsus uteri, cystocele serta rectocele bisa dikurangi.
3. Struktur di sebelah depan maupun di sebelah belakang akan terlindungi. Dengan menambah ruang yang ada di sebelah posterior, peregangan dan kerusakan akan menjadi lebih kecil pada bagian anterior dinding vagina. kandung kemih, urethra dan pada jaringan periclitoris.
4. Robekan ke dalam rectum dapat dielakkan.

Episiotomi juga menguntungkan anak. Episiotomi yang dilakukan pada saat yang tepat tidak hanya memudahkan kelahiran tetapi juga mengurangi penekanan kepala pada perineum sehingga membantu mencegah kerusakan otak. Ini berlaku untuk setiap bayi tetapi terutama penting untuk bayi dengan daya tahan yang rendah terhadap trauma, seperti bayi prematur, bayi yang lahir dari ibu yang menderita diabetes dan bayi dengan erythroblastosis.

Indikasi untuk episiotomi adalah:
1. Profilaktik: Untuk melindungi integritas dasar panggul
2. Halangan kemajuan persalinan akibat perineum yang kaku
a. Jaringan perineum tebal dan sangat berotot
b. Ada jaringan parut bekas operasi
c. Ada bekas episiotomi yang sudah diperbaiki

3. Untuk mengelakkan robekan yang tak teratur, termasuk robekan yang melebar ke dalam rectum
a. Kalau perineunmya sempit, antara bagian belakang vagina dan bagian depan rectum hanya terdapat sedikit ruangan
b. Pada keadaan laserasi yang lebar tidak akan bisa dihindari
4. Alasan fetal
a. Bayi yang prematur dan lemah
b. Bayi-bayi yang besar
c. Posisi abnormal seperti occipitoposterior, presentasi muka dan presentasi bokong
d. Bayi harus dilahirkan dengan cepat pada keadaan gawat janin dan dilatasi perineum tidak dapat ditunggu

Saat melakukan episiotomi haruslah tepat. Bila pengerjaannya terlampau terlambat, prosedur tersebut tidak akan berhasil mencegah laserasi dan melindungi dasar panggul. Bila terlampau cepat, insisi akan mengakibatkan kehilangan darah yang tidak perlu. Episiotomi dikerjakan ketika perineum menonjol, ketika diameter kulit kepala bayi terlihat 3 sampai 4 cm sewaktu his, dan ketika bagian terendah akan dilahirkan dengan tiga atau empat kontraksi berikutnya. Dengan cara ini laserasi dihindari, peregangan yang berlebihan pada dasar panggul dicegah, dan perdarahan yang banyak dapat dielakkan.
Ada tiga tipe episiotomi: (1) garis-tengah; (2) mediolateral, kiri atau kanan; dan (3) lateral, yang sudah tidak digunakan lagi.

Pustaka
Ilmu Kebidanan: Patologi Dan Fisiologi Persalinan

Apakah kontrasepsi IUD dapat menyebabkan kanker serviks?

Kontrasepsi IUD tidak menyebabkan kanker seviks. Keuntungan menggunakan IUD adalah karena perlindungan tahan lama untuk mencegah kehamilan, IUD adalah salah satu jenis yang paling populer pengendalian kelahiran di seluruh dunia. Banyak wanita menyukainya sebab mereka tidak perlu khawatir mengenai kontrasepsi. Selain itu, IUD memberikan kontrol kelahiran bentuk non-hormonal kontrasepsi, IUD copper (tembaga) sama sekali tidak mengganggu dengan kadar hormon.

Wanita menggunakan Mirena IUD mungkin mengalami menstruasi mereka lebih sedikit dan tidak mengalami kram yang menyakitkan. Para peneliti menemukan sekitar 30% wanita yang menggunakan IUD jenis ini akan berhenti haid, namun setelah IUD dilepas akan kembali menstruasi. (Marcovic,2008)

IUD tembaga juga dapat digunakan sebagai bentuk kontrasepsi darurat. Telah terbukti sebanyak 99% efektif dalam mencegah kehamilan lima hari setelah dipasang. Efek samping penggunaan IUD biasanya menstruasi yang tidak teratur. Wanita yang menggunakan IUD ParaGard Copper T 380 A berkemungkinan 50 sampai 75% mengalami peningkatan aliran menstruasi mereka. Hal ini dapat menyebabkan anemia pada beberapa penggunanya. Selain itu, wanita yang menggunakan IUD jenis ini mungkin mengalami lebih banyak kram saat menstruasi. (Marcovic,2008)

Catatan: Efek samping IUD bukan dijawab oieh DR. Andrijono, tetapi ditambahkan dari bahan literature dari buku What Every Woman Should Know about Cervical cancer, Springer, USA, Marcovic, 2008

Sumber
Kanker Serviks

Perawatan Pascaoperasi Obstetri

Untuk menghindari kemungkinan komplikasi pascaoperasi, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Evaluasi indikasi tindakan operasi yang tepat.
b. Persiapan operasi yang tepat.
c. Tindakan dilakukan dengan nontraumatis dan dengan keterampilan.
d. Melakukan tindakan profilaksis pascaoperasi
• rehidrasi,
• transfusi,
• pemberian antibiotika yang adekuat,
• evaluasi berkala sehingga dapat diketahui komplikasi secara dini.

Perawatan pascaoperasi bertujuan untuk:
• menetapkan sedini mungkin kemungkinan komplikasi;
• segera pengambil tindakan yang tepat, cepat, dan profesional;
• menurunkan morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal.

Komplikasi yang mungkin terjadi:
• trias komplikasi maternal dan perinatal;
• komplikasi kemudian
a. maternal
- kurang berfungsinya alat genitalia,
- terjadi fistula yang lebih sulit dan memerlukan tindakan spesialistis;
b. pada perinatal
- gangguan fungsi intelegensia,
- cacat seumur hidup,
- gangguan adaptasi sosial.

Rekomendasi persalinan
• Berorientasi menuju well born baby dan well health mother.
• Tindakan pertolongan persalinan
- Spontan belakang kepala
- Outlet forceps atau kavum
- Seksio sesarea
• Seksio sesarea adalah tindakan operasi yang paling konservatif untuk mencapai WBB dan WHM.

Kini banyak permintaan untuk dilakukan seksio sesarea dan selanjutnya, setelah anak cukup, diikuti dengan sterilisasi. Rekomenctasi sterilipasi yaitu vasektomi tuba (Ma).

Pustaka
Kepaniteraan Klinik Obsterri & Ginekologi

Kondiloma Akuminata

- Kondiloma akuminata merupakan proliferasi epitelial jinak yang disebabkan oleh human papillomauirus (HPV), khususnya tipe 6 dan 11.

- Kondiloma akuminata dapat mengenai permukaan mukokutaneus genitalia laki-laki maupun perempuan; hubungan seksual merupakan cara penularan yang paling sering terjadi. Infeksi ini paling sering timbul setelah usia pubertas; keberadaan kondiloma akuminata pada anak-anak prapubertas harus membangkitkan kecurigaan terhadap kemungkinan pelecehan seksual.

- Morfologi makroskopiknya berupa tonjolan papilaris yang bersifat sesilis (padat tanpa tangkai) atau pedunkulasi (bertangkai) dan sering mengenai daerah.sulkus koronaria atau permukaan prepusium sebelah dalam.

- Karakteristik histologiknya meliputi papillae stroma yang bercabang-cabang serta ditutupi oleh epitel skuamosa berlapis yang mengalariii hiperplasia dan sering disertai dengan hiperkeratosis yang menonjol. Sering dijumpai vakuolasi sel epitel superfisial (koilositosis) . Maturasi sel epitel terjadi secara teratur sehingga berbeda dengan CIS.

- Lesi bersifat jinak; lesi tersebut dapat timbul kembali karena terjadinya infeksi HPV yang persisten.

Pustaka
BS Dasar Patologis penyakit ed 7 Oleh Mitchell, Kumar, Abbas & Fausto

Persalinan Aktif Memanjang

APA YANG DISEBUT PERSALINAN AKTIF MEMANJANG?
Persalinan fase aktif (atau persalinan aktif) biasanya mengacu pada pembukaan serviks lebih dari 3 cm disertai kontraksi yang mengalami kemajuan, yakni kontraksi yang menjadi semakin lama, kuat dan sering. Perlu diketahui bahwa pada multipara terkadang pembukaan mencapai 3, 4 atau bahkan 5 cm tanpa kontraksi yang mengalami kemajuan. Mereka belum memasuki persalinan sampai dengan mereka mengalami kontraksi dengan kemajuan dan serviks membuka semakin lebar seiring dengan kontraksi tersebut.

Istilah persalinan aktif memanjang mengacu pada laju pembukaan yang tidak adekuat setelah persalinan aktif didiagnosis. Diagnosis’laju pembukaan tidak adekuat’ bervariasi: kurang dari 1 cm setiap jam selama sekurangkurangnya 2 jam setelah kemajuan persalinan’; kurang dan 1,2 cm per jam pada primigravida dan kurang dari 1,5 cm per jam pada multipara2; lebih dan 12 jam sejak pembukaan 4 cm sampai pembukaan lengkap (rata-rata 0,5 cm per jam).

KARAKTERISTIK PERSALINAN AKTIF MEMANJANG
- Kontraksi melemah, sehingga menjadi kurang kuat, lebih singkat dan/atau lebih jarang, atau

- Kualitas kontraksi tetap sama seperti semula, tidak mengalami kemajuan ataupun melemah.

- Wanita terus mengkoping dengan cara yang sama selama berjam-jam, atau menyadari persalinan lebih mudah untuk dikendalikan.

- Pada pemeriksaan vaginal, serviks tidak mengalami perubahan.
Penatalaksanaan klinis dan persalinan aktif memanjang bervariasi, bergantung pada falsafah pemberi perawatan persalinan dan harapan wanita, misalnya:

- Pendekatan yang paling umum dilakukan, setelah diagnosis dibuat, adalah melakukan ruptur membran buatan (jika belum dilakukan) dan mulai memberikan dosis oksitosin intravena yang semakin dinaikkan. Jika langkah ini tidak berhasil merangsang kemajuan, maka seksio sesarea dilakukan.

- Dalam protokol penatalaksanaan persalinan aktif’, yang dilakukan di National Maternity Hospital di Dublin dan di tempat lain, lakukan ruptur membran buatan sesegera mungkin’ setelah persalinan didiagnosis. Jika pembukaan kurang dari 1 cm per jam selama dua jam kapan pun setelah diagnosis persalinan ditegakkan (tanpa memandang berapa pembukaan serviks), oksitosin dosis tinggi diberikan dan terus dinaikkan hingga dicapai laju pembukaan sedikitnya 1 cm per jam.

- Dengan menggunakan asuhan kebidanan atau model intervensi dasar asuhan kebidanan, pemberi perawatan mengkaji laju pembukaan, tetapi laju pembukaan yang lambat pada persalinan aktif menjadi indikasi untuk melakukan evaluasi bukan untuk melakukan intervensi ‘medis. Pemberi perawatan mungkin membuat kelonggaran yang lebih luas bagi individu dengan kemajuan pembukaan yang bervariasi, mempertimbangkan toleransi janin dan ibu dalam perlambatan dan menilai tanda-tanda dan kemajuan selain pembukaan, seperti rotasi kepala janin, yang sering kali menjadi suatu prekusor untuk kemajuan selanjutnya. Pendekatan seperti ini bergantung pada tindakan pencegahan, dan waktu, kesabaran, dukungan dan intervensi primer sebagaimana yang telah disampaikan dalam buku ini.Tujuannya adalah untuk mendukung wanita melewati kelambatan tersebut dan mendorong kemajuan persalinan. Oksitosin dan ruptur membran buatan ditunda untuk kemudian digunakan jika diperlukan.

Pustaka
Buku Saku Persalinan

60 Langkah Asuhan Persalinan Normal (APN)

I. MELIHAT TANDA DAN GEJALA KALA DUA
1. Mengamati tanda dan gejala persalinan kala dua.
- Ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
- Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan/atau vaginanya.
- Perineum menonjol.
- Vulva-vagina dan sfingter anal membuka.

II. MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN

2. Memastikan perlengkapan, bahan dan obat-obatan esensial siap digunakan. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan tabung suntik steril sekali pakai di dalam partus set.

3. Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.

4. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku, mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan tangan dengan handuk satu kali pakai/pribadi yang bersih.

5. Memakai satu sarung dengan DTT atau steril untuk semua pemeriksaan dalam.

6. Mengisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan meletakkan kembali di partus set/wadah disinfeksi tingkat tinggi atau steril tanpa mengkontaminasi tabung suntik).

III. MEMASTIKAN PEMBUKAAN LENGKAP DENGAN JANIN BAIK
7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang sudah dibasahi air disinfeksi tingkat tinggi. Jika mulut vagina, perineum atau anus terkontaminasi oleh kotoran ibu, membersihkannya dengan seksama dengan cara menyeka dari depan ke belakang. Membuang kapas atau kasa yang terkontaminasi dalam wadah yang benar. Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi (meletakkan kedua sarung tangan tersebut dengan benar di dalam larutan dekontaminasi, langkah # 9).

8. Dengan menggunakan teknik aseptik, melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap.
- Bila selaput ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap, lakukan
amniotomi.

9. Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai
sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5% dan kemudian melepaskannya dalam eadaan terbalik serta merendamnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Mencuci kedua tangan (seperti di atas).

10. Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal ( 100 – 180 kali / menit ).
- Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.
- Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.

IV. MENYIAPKAN IBU & KELUARGA UNTUK MEMBANTU PROSES PIMPINAN MENERAN.

11. Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik. Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai keinginannya.
- Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran. Melanjutkan pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan mendokumentasikan temuan-temuan.
- Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai meneran.

12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu utuk meneran. (Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman).

13. Melakukan pimpinan meneran saat Ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran :
- Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinganan untuk meneran
- Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk meneran.
- Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (tidak meminta ibu berbaring terlentang).
- Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi.
- Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu.
- Menganjurkan asupan cairan per oral.
- Menilai DJJ setiap lima menit.
- Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera dalam waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu primipara atau 60/menit (1 jam) untuk ibu multipara, merujuk segera.
Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran
- Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang aman. Jika
ibu belum ingin meneran dalam 60 menit, menganjurkan ibu untuk mulai meneran pada
puncak kontraksi-kontraksi tersebut dan beristirahat di antara kontraksi.
- Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera setalah 60 menit
meneran, merujuk ibu dengan segera.

V. PERSIAPAN PERTOLONGAN KELAHIRAN BAYI.

14. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, meletakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.

15. Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, di bawah bokong ibu.

16. Membuka partus set.

17. Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.

VI. MENOLONG KELAHIRAN BAYI
Lahirnya kelapa

18. Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan yang lain di kelapa bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahan-lahan. Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan-lahan atau bernapas cepat saat kepala lahir.
- Jika ada mekonium dalam cairan ketuban, segera hisap mulut dan hidung setelah kepala lahir menggunakan penghisap lendir DeLee disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau bola karet penghisap yang baru dan bersih.

19. Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bayi dengan kain atau kasa yang bersih.

20. Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi :
- Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi.
- Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua tempat dan memotongnya.
21. Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan. Lahir bahu

22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan di masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke arah bawah dan kearah keluar hingga bahu anterior muncul di bawah arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior.
Lahir badan dan tungkai

23. Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala bayi yang berada di bagian bawah ke arah perineum tangan, membiarkan bahu dan lengan posterior lahir ke tangan tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk menyangga tubuh bayi saat dilahirkan. Menggunakan tangan anterior (bagian atas) untuk mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat keduanya lahir.

24. Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas (anterior) dari punggung ke arah kaki bayi untuk menyangganya saat panggung dari kaki lahir. Memegang kedua mata kaki bayi dengan hati-hati membantu kelahiran kaki.

VII. PENANGANAN BAYI BARU LAHIR

25. Menilai bayi dengan cepat, kemudian meletakkan bayi di atas perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek, meletakkan bayi di tempat yang memungkinkan).

26. Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan bayi kecuali bagian pusat.

27. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama (ke arah ibu).

28. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan memotong tali pusat di antara dua klem tersebut.

29. Mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat terbuka. Jika bayi mengalami kesulitan bernapas, mengambil tindakan yang sesuai.

30. Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu menghendakinya.

VIII. PENANGANAN BAYI BARU LAHIR
Oksitosin

31. Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi abdomen untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.

32. Memberi tahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik.

33. Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, memberikan suntikan oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha kanan atas ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya terlebih dahulu.

Penegangan tali pusat terkendali

34. Memindahkan klem pada tali pusat

35. Meletakkan satu tangan diatas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.

36. Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan ke arah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus ke arah atas dan belakang (dorso kranial) dengan hati-hati untuk membantu mencegah terjadinya inversio uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, menghentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut mulai.
- Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang anggota keluarga untuk melakukan ransangan puting susu.
Mengluarkan plasenta.

37. Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik tali pusat ke arah
bawah dan kemudian ke arah atas, mengikuti kurve jalan lahir sambil meneruskan tekanan
berlawanan arah pada uterus.
- Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5 – 10 cm
dari vulva.
- Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat selama 15 menit :
Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM.
Menilai kandung kemih dan mengkateterisasi kandung kemih dengan
menggunakan teknik aseptik jika perlu.
Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya.
Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit sejak kelahiran bayi.

KEGIATAN

38. Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran plasenta dengan
menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta dengan dua tangan dan dengan hati-
hati memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin. Dengan lembut perlahan melahirkan
selaput ketuban tersebut.
- Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril
dan memeriksa vagina dan serviks ibu dengan seksama. Menggunakan jari-jari tangan
atau klem atau forseps disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk melepaskan bagian
selapuk yang tertinggal.
Pemijatan Uterus
39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan masase uterus, meletakkan
telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan melingkar dengan
lembut hingga uterus berkontraksi (fundus menjadi keras).
VIII. MENILAI PERDARAHAN

40. Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan selaput
ketuban untuk memastikan bahwa selaput ketuban lengkap dan utuh. Meletakkan plasenta
di dalam kantung plastik atau tempat khusus.
- Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan masase selam 15 detik mengambil
tindakan yang sesuai.

41. Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera menjahit laserasi
yang mengalami perdarahan aktif.
IX. MELAKUKAN PROSEDUR PASCA PERSALINAN

42. Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik.
Mengevaluasi perdarahan persalinan vagina.

43. Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5 %,
membilas kedua tangan yang masih bersarung tangan tersebut dengan air disinfeksi
tingkat tinggi dan mengeringkannya dengan kain yang bersih dan kering.

44. Menempatkan klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau mengikatkan tali disinfeksi tingkat tinggi dengan simpul mati sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari pusat.

45. Mengikat satu lagi simpul mati dibagian pusat yang berseberangan dengan simpul mati yang pertama.

46. Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan klorin 0,5 %.

47. Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya. Memastikan handuk atau kainnya bersih atau kering.
48. Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.

EVALUASI

49. Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam :
2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.
Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan.
Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan.
Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melaksanakan perawatan yang sesuai untuk menatalaksanaan atonia uteri.
Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan penjahitan dengan anestesia lokal dan menggunakan teknik yang sesuai.

50. Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase uterus dan memeriksa kontraksi uterus.
51. Mengevaluasi kehilangan darah.

52. Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
- Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama dua jam pertama pasca persalinan.
- Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.

Kebersihan dan keamanan

53. Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas peralatan setelah dekontaminasi

54. Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah yang sesuai.

55. Membersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi tingkat tinggi. Membersihkan cairan ketuban, lendir dan darah. Membantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.

56. Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI. Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan yang diinginkan.

57. Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan larutan klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.

58. Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

59. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.

Dokumentasi

60. Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang)

Asuhan Persalinan Kala – dua – tiga – empat
Dikutip dari Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal